Setelah berhasil mengalahkan pemberontakan Nambi dan kembali ke Desa Wuluh, Aditya dan Ratih menikmati kehidupan mereka yang tenang. Desa Wuluh mulai pulih dari luka-luka pertempuran, dan penduduknya bekerja keras untuk membangun kembali rumah-rumah dan ladang mereka. Aditya dan Ratih menjadi sosok yang dihormati dan dicintai, tidak hanya karena keberanian mereka tetapi juga karena kepedulian mereka terhadap sesama.
Beberapa bulan setelah kedatangan Aditya dari medan pertempuran, seorang utusan dari istana datang ke Desa Wuluh. Utusan tersebut membawa kabar penting yang akan mengubah hidup Aditya dan Ratih selamanya. Utusan itu, dengan hormat, menyampaikan pesan dari Raja Hayam Wuruk.
"Aditya, atas keberanian dan jasa-jasamu dalam melindungi kerajaan dari pemberontakan Nambi, Raja Hayam Wuruk menganugerahkan kepadamu wilayah Kadipaten Panggung. Engkau diangkat menjadi Bupati Panggung dengan gelar Smaradhana," kata utusan itu sambil menyerahkan surat resmi dari raja.
Aditya terkejut dan merasa terhormat. "Ini adalah kehormatan yang besar. Aku akan mengabdi dengan segenap hatiku untuk wilayah yang dipercayakan kepadaku," ujarnya dengan penuh rasa syukur.
Ratih, yang berdiri di sampingnya, tersenyum bangga. "Aku tahu kau pantas mendapatkan ini, Aditya. Kau selalu bekerja keras dan berdedikasi."
Dengan restu dari Demang Wira dan dukungan dari seluruh penduduk Desa Wuluh, Aditya dan Ratih berangkat menuju Kadipaten Panggung. Mereka disambut dengan hangat oleh penduduk Panggung yang telah mendengar tentang keberanian dan kebijaksanaan Aditya.
Kadipaten Panggung adalah wilayah yang subur dan strategis, namun memerlukan pemimpin yang kuat dan bijaksana untuk mengelola dan melindunginya. Aditya segera mulai bekerja untuk memperbaiki infrastruktur, memperkuat pertahanan, dan memastikan kesejahteraan penduduk.
Dalam waktu singkat, Aditya dan Ratih berhasil membawa perubahan positif di Kadipaten Panggung. Mereka membangun sekolah-sekolah, memperbaiki irigasi untuk pertanian, dan mengadakan pasar mingguan yang memperkuat perekonomian lokal. Penduduk kadipaten semakin menghormati dan mencintai mereka.
Sebagai Bupati Panggung, Aditya dengan gelar Smaradhana, dikenal sebagai pemimpin yang adil dan bijaksana. Ia sering berkonsultasi dengan para sesepuh dan tokoh masyarakat untuk membuat keputusan yang terbaik bagi wilayahnya. Ratih, dengan kecerdasannya, menjadi pendamping yang tak tergantikan, memberikan masukan dan mendukung Aditya dalam segala hal.
Namun, di balik semua keberhasilan dan kebahagiaan, Aditya tidak pernah melupakan asal usulnya dan janji yang pernah diucapkannya kepada Ratih dan Desa Wuluh. Ia sering mengunjungi desa asalnya, memastikan bahwa mereka juga merasakan dampak positif dari kemajuan yang ia bawa di Kadipaten Panggung.