Mohon tunggu...
INASTIANING DYAS DAHANA PUTRI
INASTIANING DYAS DAHANA PUTRI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Penulis yang berfikir Obyektif dan realitis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Dendam Membawa Kesuksesan

25 Juni 2024   21:09 Diperbarui: 25 Juni 2024   21:19 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.merdeka.com/uang/3-aturan-mudah-capai-puncak--kesuksesan.html

" Kususuri langkahku yang tak pasti, kucoba pilih arah yang selalu salah, dapatkan aku memegang kemudi dalam langkahku "


Hidupku penuh penderitaan. Namaku Aksara Semesta biasa dipanggil Aksa. Sejak kecil, nasib baik tidak pernah berpihak padaku. Setelah kedua orang tuaku meninggal dunia dalam kecelakaan, aku harus tinggal bersama paman saudara dari bapakku yang memperlakukanku dengan buruk. Mereka memperlakukanku karena aku adalah beban bagi mereka. Setiap hari, dari pagi hingga aku harus melakukan pekerjaan rumah tangga yang berat, dan jika ada yang salah, aku akan dihukum dan tidak diberi makan. aku terbebas bekerja hanya saat pergi sekolah.

Di sekolah, keadaanku tidak jauh berbeda. Aku menjadi bahan ejekan dan bully dari teman-temanku. Mereka memandang rendah karena penampilanku yang lusuh dan tidak terawat. Di kampung, aku juga dijauhi oleh anak-anak lain. Tidak ada yang mau berteman denganku, dan mereka sering mengejek serta mengolok-olokku.

Setiap malam, saat aku berbaring di atas lantai beralas tikar, hatiku sakit dan merasakan dendam yang membara. Aku bertekad untuk membuktikan kepada semua orang bahwa aku bisa menjadi seseorang yang lebih baik dan lebih sukses daripada mereka. Dengan tekad bulat, aku memutuskan untuk minggat dari rumah. Aku tidak tahu ke mana harus pergi, tapi aku yakin ada tempat di luar sana yang bisa memberiku jalan meraih mimpiku.

Dengan menumpang kereta api secara sembunyi - sembunyi, karena tidak ada sepeser uang ditanganku, aku tiba di kota Jakarta. Aku kelaparan, bingung harus kemana. Tapi aku harus bertahan dan mencari pekerjaan apapun yang bisa kulakukan. Aku bekerja sebagai pelayan di sebuah warung makan, menjadi kuli panggul di pasar, dan bahkan mengamen di jalanan. Tiga bulan berlalu hidup dengan tempat tinggal yang tak pasti, hingga akhirnya aku bisa menyewa rumah petakan seharga Rp. 25.000 per-bulan. Setiap hari terasa berat, tapi aku tidak pernah menyerah. Di sela-sela pekerjaanku, aku berusaha untuk tetap bisa bersekolah. Aku bekerja keras siang dan malam, belajar dengan giat untuk meraih cita - citaku.

Bertahun-tahun berlalu, dan akhirnya aku berhasil lulus dari universitas dengan predikat cum laude. Aku diterima bekerja di sebuah perusahaan besar. Di sana, aku bertemu dengan Sinta, anak pemilik perusahaan. Sinta adalah wanita yang cantik, baik hati, dan penuh pengertian. Kami sering berbicara dan berbagi cerita, dan lama-kelamaan kami saling jatuh cinta. Tidak butuh waktu lama sebelum kami memutuskan untuk menikah.

Dengan dukungan dan cinta dari Sinta, aku terus bekerja keras dan akhirnya mencapai posisi puncak di perusahaan. Kami hidup dalam kemewahan, sesuatu yang dulu hanya bisa aku impikan. Dan kini saatnya bagiku untuk pulang ke kampung halaman untuk berziarah ke makam kedua orang tuaku, dan ingin melihat bagaimana keadaan orang-orang yang dulu pernah menindasku.

Dengan mengendari mobil mewah beserta istri dan 2 anakku menuju kampung halaman, semua orang terkejut melihatku. Mereka kagum dengan penampilanku yang telah sukses dan kaya raya. Mereka yang dulu pernah menindasku sekarang merasa malu padaku. Mereka datang padaku dengan wajah menyesal, meminta maaf atas perlakuan mereka di masa lalu.

Dendam yang dulu membara dalam hatiku kembali menyala. Aku ingin sekali membalas perlakuan mereka, membuat mereka merasakan apa yang dulu kurasakan. Namun, Sinta, dengan kelembutannya, mengingatkanku bahwa balas dendam hanya akan membawa kebencian dan rasa sakit yang tak berkesudahan.

"Kita tidak akan pernah bisa mengubah masa lalu, mas," kata Sinta dengan lembut. "Tapi kita bisa memilih untuk memaafkan. Dengan memaafkan, kamu akan merasa lebih bebas dan damai."

Kata-kata Sinta membuatku tersadar. Aku menyadari bahwa kebahagiaan sejati bukanlah tentang membalas dendam, tapi tentang memaafkan dan berdamai dengan kehidupan masa lalu. Aku memutuskan untuk memaafkan mereka yang dulu pernah menindasku. Aku memberi mereka maaf, dan dalam hatiku, aku merasa beban berat yang selama ini kupikul perlahan menghilang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun