Mohon tunggu...
Inayati Ashriyah
Inayati Ashriyah Mohon Tunggu... -

Editor buku, penulis, istri, ibu dari seorang putri.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Penasaran Enaknya Menikah?

27 April 2011   09:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:20 1075
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wahai, generasi muda! Barang siapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin,
karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barang siapa belum mampu,
hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu.
(HR. al-Bukhari dan Muslim)

Nikah itu disyariatkan dan membujang itu dilarang. Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah memerintahkan kepada umatnya untuk berkeluarga dan sangat melarang mereka membujang. Nah, jika sebuah perintah dan larangan sudah jelas adanya, sebagai umat Rasulullah, kita juga terkena perintah dan larangan tersebut.

Menikah bagi para lajang, khususnya wanita, saat ini mungkin masih menjadi impian yang belum terwujud. Berharap mendapat pendamping menjadi agenda tersendiri saat khusyuk berdoa kepada Allah. Semangat berkeluarga muncul saat mengetahui betapa besar hikmah yang akan didapatkan melalui sebuah pernikahan.

Selain dari keterangan yang disampaikan melalui buku ataupun dialog-dialog, seorang lajang kerap menerima informasi dari orang-orang yang sudah menikah, katanya mereka menyesal karena tidak memutuskan menikah sejak dulu. Jika sejak awal sudah tahu enaknya menikah, niscaya setiap orang tidak akan menunda untuk menikah saat kesempatan itu ada. Informasi yang didapat dari katanya dan katanya ini benar-benar membuat penasaran para lajang.

Seorang profesor dari Universitas Brigham Young, Utah, Amerika Serikat, Julianne Holt-Lunstad melakukan sebuah penelitian mengenai dampak pernikahan terhadap kesehatan pada 204 orang yang telah menikah dan 99 orang lajang. Penelitian ini dilakukan dengan cara memeriksa tekanan darah dan memberikan beberapa pertanyaan mengenai kehidupan rumah tangga mereka. Hasil dari penelitian ini cukup mengejutkan karena ternyata kehidupan pernikahan berpengaruh terhadap kesehatan, khususnya tekanan darah.  Dengan begitu dinyatakan bahwa menikah lebih sehat daripada melajang. Eit, tapi tunggu dulu, penelitiannya tidak berakhir sampai di sini saja.

Julianne Holt-Lunstad melanjutkan hasil penelitiannya bahwa ada prasyarat tertentu yang harus dipenuhi oleh pasangan menikah jika ingin kesehatannya tetap terjaga dan terhindar dari risiko penyakit jantung. Pasangan menikah yang bahagia dan tidak memiliki banyak masalah, rata-rata memiliki tekanan darah normal. Sebaliknya, mereka yang memiliki ketidakpuasan terhadap rumah tangganya cenderung bertekanan darah tinggi dan tidak normal. Bahkan, jika mereka kerap mengalami masalah dalam pernikahan, tekanan darah mereka lima kali lebih tinggi dibandingkan lajang yang memiliki masalah dalam hidupnya. Oleh karena itu, perlu dipahami bahwa pernikahan itu bukan hanya sekadar adanya perubahan status dari lajang menjadi menikah, melainkan perlu memerhatikan kualitas pernikahan itu sendiri.

Dalam hal ini muncul sebuah teori bahwa segala hal atau aktivitas yang dijalani dengan baik dan benar serta sesuai dengan panduan hidup yang berlaku akan menghasilkan kebahagiaan dalam wujud yang beragam. Mungkin di sinilah muncul kalimat ‘menikah itu nikmat’. Nikmatnya menikah bukan berarti tanpa ada ujian dan cobaan, melainkan bagaimana menjalaninya dengan benar.

Kebenaran tentang hikmah menikah sebenarnya sering disampaikan oleh para ulama. Sesungguhnya pernikahan dapat mengangkat derajat seseorang menjadi orang yang terjaga kehormatan diri dan keluarganya. Dengan menikah, setiap pasangan dapat menjalani fitrahnya sebagai manusia; saling memenuhi kebutuhan biologisnya; saling berbagi dan menjaga diri dan keluarganya agar tetap berada dalam bimbingan Allah; saling menghargai dan memenuhi hak dan kewajiban; dan tentu saja memperbanyak keturunan.

Keterangan-keterangan seperti ini mungkin sudah diketahui oleh para lajang bahwa menikah itu sesungguhnya dapat dijadikan jalan bagi setiap orang untuk menjadi insan kamil. Oleh karena itu, merugilah orang yang tidak mau memanfaatkan kesempatan menikah yang dapat meningkatkan kualitas dirinya. Semakin banyak orang yang menikah, semakin banyak cerita yang disampaikan kepada para lajang bahwa menikah itu nikmat. Sungguh sebuah motivasi positif agar setiap lajang bersemangat untuk mengikuti sunnah Nabi yang satu ini.

Satu hal lagi yang perlu disampaikan agar para lajang makin penasaran dan akhirnya bersemangat untuk mewujudkan impian menikah adalah tentang sebuah filosofi hidup yang memandang pentingnya memiliki belahan jiwa dalam sebuah pernikahan.

Saya mengajak Anda, baik yang lajang maupun yang telah menikah untuk terlibat dalam simulasi berikut ini. Konon katanya, simulasi ini asalnya dari orang Cina yang menafsirkan alasan cincin kawin disematkan pada jari manis. Namun sebelumnya, ada sebuah penjelasan yang sangat cantik yang merepresentasikan jari-jari yang kita miliki. Jempol merepresentasikan orangtua, telunjuk adalah  saudara-saudara, jari tengah adalah diri kita sendiri, jari manis adalah pasangan hidup, dan kelingking adalah anak-anak kita. Marilah kita mulai simulasi ini dalam beberapa tahap berikut ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun