Mohon tunggu...
Arimbi Inas Shabiha
Arimbi Inas Shabiha Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Airlangga

Saya Arimbi Inas Shabiha, mahasiswi Universitas Airlangga yang sedang menjalani pendidikan S1 di Program Studi Ekonomi Islam, Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Impulsive Buying di Kalangan Remaja Penggemar K-Pop

30 Mei 2023   14:40 Diperbarui: 30 Mei 2023   14:39 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Impulsive Buying merupakan pola perilaku konsumen dalam membeli sesuatu, dimana konsumen melakukan pembelian secara spontan tanpa adanya perencanaan dan terjadi dengan tiba-tiba karena adanya keinginan yang kuat untuk membeli sesuatu dengan segera tanpa adanya suatu pertimbangan untuk konsekuensi yang akan dihadapi . Perilaku ini timbul dipengaruhi oleh rasa penasaran, suasana hati, lingkungan toko, display dan promosi yang ditawarkan. Perilaku konsumtif tersebut dapat melahirkan sifat materialistik, yaitu sifat yang ingin memenuhi hasrat besar untuk dapat memiliki suatu benda tanpa memperhatikan kebutuhan yang sebenarnya. Penyamaan arti antara kebutuhan dan keinginan akan berdampak pada eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran.

Di zaman modern yang teknologinya sudah maju seperti saat ini, beragam budaya dari luar negeri sangat mudah untuk masuk di Indonesia, khususnya budaya dari Korea Selatan yang sedang gencar-gencarnya mempromosikan budayanya, mulai dari K-pop, K-drama, K-beauty, bahkan K-food. Budaya dari Korea Selatan tersebut tentunya sangat mudah diterima oleh generasi muda di Indonesia saat ini dan hal tersebut bukan lagi sebuah fenomena yang langka. 

Popularitas K-pop di Indonesia tentunya sangat berdampak dengan tingkat konsumsi di kalangan remaja penggemar K-pop. Bukan tanpa alasan tingkat konsumsi di kalangan remaja menjadi meningkat, hal itu disebabkan karena adanya suatu keinginan untuk membeli album dan merchandise idola favorit mereka. Yang tadinya hanya ingin coba-coba untuk membeli satu atau dua album menjadi ingin membeli merchandise lainnya seperti photocard yang dilakukan secara terus menerus tanpa memikirkan kebutuhan hidup mereka yang sebenarnya. Ada hal lucu lainnya yang pernah saya temui yaitu para penggemar tersebut kebanyakannya memiliki motto “lebih baik menyesal karena membeli daripada menyesal karena tidak membeli”. 

Para penggemar tersebut rela untuk menghabiskan uang jajan atau gaji mereka untuk membeli album, lightstick, dan photocard idola mereka dengan harga ratusan ribu rupiah hingga tiket konser dengan harga jutaan rupiah dan bahkan rela untuk mengeluarkan uang puluhan juta untuk dapat memenangkan event video call dan tanda tangan yang hanya berlangsung selama kurang dari 5 menit. Brand kecantikan lokal juga banyak menjadikan para idola K-pop menjadi brand ambassador mereka dan memberikan bonus photocard di setiap pembelian produk mereka dengan syarat dan ketentuan berlaku, hal itu tentunya dapat menarik perhatian penggemar K-pop agar membeli produk mereka.

Di dalam etika konsumsi Islam yang merupakan aturan tentang baik dan buruk dalam pemanfaatan barang atau jasa telah disebutkan bahwa kita dianjurkan untuk mengikuti prinsip-prinsip pemenuhan kebutuhan dan tidak menggunakan harta yang kita miliki secara tidak berlebih-lebihan sebagai bentuk ketaatan kita sebagai muslim kepada Allah SWT. 

Selain itu kita juga perlu untuk memenuhi tanggung jawab keluarga, sehingga harus memiliki skala prioritas, persediaan untuk keturunan dan juga untuk sosial. Dengan maraknya fenomena impulsive buying di kalangan remaja penggemar K-pop maka diperlukan sosialisasi tentang pandangan etika konsumsi Islam dalam berbelanja tanpa terencana. Karena biasanya konsumen yang terjebak dalam lingkaran konsumerisme tidak mudah untuk memisahkan antara keinginan dan kebutuhan. Ditambah lagi dengan beragamnya pilihan barang yang dijual di Industri K-pop, sehingga banyak remaja penggemar K-pop mengutamakan keinginan mereka untuk membeli merchandise idola favorit mereka daripada pertimbangan mashlahat. Perilaku konsumen dalam memenuhi kebutuhan seperti di atas, dapat menstimulan gaya hidup impulsive buying, yaitu menggunakan atau memanfaatkan barang dan jasa secara spontan tanpa perencanaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun