Pendidikan tinggi telah lama dianggap sebagai tiket menuju kesuksesan profesional. Namun, realitas saat ini menunjukkan bahwa sulitnya lapangan pekerjaan bahkan setelah menyelesaikan perguruan tinggi telah menjadi masalah yang semakin mengkhawatirkan bagi banyak lulusan.Â
Meskipun telah menghabiskan waktu bertahun-tahun belajar dan berusaha keras, banyak lulusan masih mengalami kesulitan menemukan pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi mereka. Fenomena ini menggambarkan paradoks ironis bahwa meskipun telah menginvestasikan waktu, tenaga, dan sumber daya untuk pendidikan tinggi, masih banyak orang yang mengalami kesulitan  memasuki dunia kerja.
Walaupun institut  pendidikan  mempunyai  kewajiban  untuk memberikan  pendidikan  dan  menanamkan  harapan kepada masyarakat bahwa setiap anaknya  yang diterima akan mendapatkan masa depan cerah  dengan  menjadi  pekerja. Â
Hal itu terkesan bagus akan tetapi  sang  anak  tidak  hanya  bersaing  di  dalam  pendidikannya  dengan  pelajar  yang  lain,  juga  saat  kelulusannya  bersaing  pula  dengan  lulusan  lainnya dalam mencari lapangan pekerjaan yang sesuai latar belakang pendidikan yang dia dapat dan itu belum bersaing dengan lulusan dari institut pendidikan baik dalam maupun luar negeri.
Sulitnya lapangan pekerjaan saat ini meskipun sebagai lulusan sarjana. Hal itu diperkuat dengan tingginya angka pengangguran di Indonesia berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) untuk tahun 2023 ada 7.989.275 pengangguran dimana lulusan universitas sebanyak 753.732 orang yang menganggur (Diperbaharui 2 Mei 2024).Â
Angka tersebut masih tergolong tinggi. Dimana lulusan universitas dipersiapkan untuk mendapatkan pekerjaan, namun kenyataan di lapangan tidak sesuai yang diinginkan. Hal ini tentu menjadi tantangan besar bagi banyak lulusan universitas dalam mencari pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi mereka.
Fenomena tersebut tentunya membuat mahasiswa khususnya semester tingkat akhir cemas, khawatir, dan takut terhadap kemungkinan mereka mendapatkan pekerjaan. Faktor utama tingginya angka pengangguran lulusan sarjana adalah semakin banyak sarjana yang dihasilkan oleh setiap universitas setiap tahunnya dengan berbagai macam latar belakang dan pendidikan yang tersedia.
 Akan tetapi hal ini tidak sejalan dengan perkembangan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia untuk para lulusan sarjana. Apalagi dengan semakin  berkembangnya tuntutan yang diperlukan dalam setiap jenis pekerjaan yang tersedia telah memberikan dampak semakin banyak sarjana yang tidak terserap.
Tidak seimbang jumlah lapangan pekerjaan dengan lulusan universitas tentu makin memperketat daya saing. Biasanya mahasiswa setelah lulus akan mengejarkan pekerjaan yang aktivitasnya di kantor. Namun, di zaman modern ini sudah terjadi perubahan dalam segala hal di ruang lingkup manusia yaitu ditandai dengan era disrupting.Â
Era disrupting adalah suatu era dimana aktivitas, interaksi dan komunikasi antar manusia berubah begitu cepat, khususnya dibidang pekerjaan dan kebutuhan hidup manusia. Pekerjaan sudah tidak lagi diwajibkan untuk  keluar  dari rumah dan harus datang tepat waktu di kantor.