Infrastruktur merupakan segala macam fasilitas fisik yang dibutuhkan dan dikembangkan oleh beberapa agen publik yang mempunyai tujuan untuk bisa memenuhi tujuan ekonomi dan sosial serta fungsi pemerintahan dalam hal tenaga listrik, penyediaan air, transportasi, pembuangan limbah dan pelayanan publik lainnya (Stone, 1974). Dalam hal ini pemerintah yang bertanggung jawab sebagai penyedia layanan infrastruktur  mengalokasikan dana yang bertujuan agar pemenuhan terhadap kebutuhan infrastruktur dapat terlaksana. Dana-dana tersebut berasal dari pembiayaan pemerintah baik dari APBD maupun APBN, BUMN, dan kerjasama pemerintah dan badan usaha. Pada praktiknya banyak ditemukan financial gap atau selisih pembiayaan yang menghambat pengadaan infrastruktur.
Bappenas memperkirakan untuk mencapai target-target pembangunan infrastruktur yang ditetapkan dalam RPJM Nasional tahun 2015 -- 2019, dana yang diperlukan mencapai Rp5.452 trilliun. Dari total kebutuhan tersebut, pemerintah pusat dan daerah hanya mampu untuk menyediakan dana sebesar Rp1.131 triliun. Akibat munculnya financial gap ini pemerintah menerbitkannya Perpres Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Peraturan ini menggantikan peraturan yang ada sebelumnya yaitu Perpres Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Perpres Nomor 66 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketiga atas Perpres Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Salah satu perubahan penting dalam peraturan yang baru ini adalah perluasan jenis proyek yang dapat dikerjasamakan.
Data terbaru dari Bappenas menyebutkan bahwa kebutuhan investasi infrastruktur 2020-2024 diestimasikan sekitar Rp 6.445 Triliun. Kapasitas Pemerintah dalam menanggung besarnya kebutuhan tersebut diperkirakan hanya sekitar 37% dan BUMN sebesar 21%. Adapun sisanya (42%) mengoptimalkan peran swasta melalui berbagai instrumen termasuk kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU). Diperparah dengan adanya krisis akibat COVID-19 yang mengharuskan pemerintah mengalokasikan APBD untuk penanganan darurat COVID-19. Lalu bagaimna agar pembangunan infrastruktur tetap berjalan walaupun sedang terterjang musibah yang menyebabkan pengeluaran tak terduga?
Skema KPBU bisa jadi jawabannya. Namun dari banyaknya jenis-jenis kerja sama pemerintah-swasta ini terdapat satu mekanisme yang bisa jadi akan sangat efektif digunakan pada masa-masa seperti ini yaitu Availibility Payment atau Pembayaran Ketersediaan Layanan. Kelebihan yang paling mencolok dari mekanisme ini adalah kefleksibelannya terhadap kondisi daerah yang akan dikerjasamakan. Mekanisme ini memungkinkan semua Pemerintah Daerah untuk menggunakan mekanisme ini tanpa harus memiliki kapasitas fiskal tinggi seperti skema KPBU lainnya (jaminan pemerintah). Mengingat mekanisme ini mirip leasing yang dapat digunakan atau dimanfaatkan terlebih dahulu sambil dicicil sesuai kemampuan keuangan daerah.
Jadi bagaimana cara kerja mekanisme Availability Payment ini? Pada tahap pembangunan konstruksi sepenuhnya menjadi tanggungan investor. Apabila nantinya persyaratan minimum layanan tidak sesuai dengan ketentuan perjanjian maka pembayaran cicilan tersebut akan dipotong oleh pemerintah sesuai dengan kontrak kerja. Hal ini dianggap dapat meringankan beban pembiayaan pembangunan infrastruktur oleh pemerintah. Namun di sisi lain, investor mendapatkan jaminan perlindungan resiko demand oleh pemerintah dalam beberapa waktu hingga memenuhi target jika ke depannya proyek itu ternyata kurang komersial. Hal ini bertujuan untuk menimbulkan rasa aman untuk para investor.
Sayangnya publikasi mengenai mekanisme Availability Payment ini masih kurang beken apabila dibandingkan dengan mekanisme KPBU lainnya. Sehingga perlu adanya promosi, kajian, dan publikasi mumpuni untuk mengedukasi baik pemerintah daerah maupun investor terhadap mekanisme ini. Salah satu contoh konkritnya adalah melakukan seminar dan lokakarya pada lokasi-lokasi yang berpotensi untuk dibangun infrastruktur dengan mekanisme Availability Payment dan memberikan materi mengenai skema KPBU dengan mekanisme AP pada kegiatan diklatdiklat kedinasan pemerintah baik di pusat atau pun di daerah (Darmawan, 2019). Â Juga yang paling penting saat ini ditengah-tengah krisis COVID-19 yang belum bisa terprediksi kapan berakhirnya, penciptaan atmosfir yang ramah terhadap investor harus diciptakan agar baik kegiatan ekonomi maupun sosial dapat berjalan lancar dan tidak terganggu.
Â
Referensi
Darmawan, Arief. (2019). Mempromosikan Skema KPBU dengan Mekanisme Availability Payment Sebagai Alternatif Pembiayaan Pembangunan Sarana-Prasarana (Infrastruktur) di Daerah. 4. 1-10.
Terdampak Corona, Bagaimana Nasib Proyek KPBU? -- Bisnis.com. (n.d.). Retrieved May 18, 2020, from https://ekonomi.bisnis.com/read/20200330/45/1219874/terdampak-corona-bagaimana-nasib-proyek-kpbu
Dampak Corona, Pengembangan Infrastruktur Jadi Solusi Perekonomian Melesu -- Beritasatu.com. Retrieved May 18, 2020, from https://www.beritasatu.com/nasional/607143-dampak-corona-pengembangan-infrastruktur-jadi-solusi-perekonomian-melesu