perjuangan hidup yang teramat pilu yang telah ia jalani.
Perjuangan seorang anak laki-laki pertama dengan tuntutan bahu yang harus tangguh, tulang yang harus kuat dan mental yang harus siap di hajar habis-habisan oleh keadaan, sosok anak pertama yang dituntut untuk selalu ceria, wajahnya pun harus selalu tampak tenang, walaupun luka batinnya begitu dalam, wajah yang tampak lelah saat ini menjadi bukti bagaimana      Mungkin, disebagian benak banyak orang, laki-laki ini merupakan sosok yang kuat dan tangguh. Namanya Doni Irwanto dia lahir di Pemalang Jawa Tengah, perawakannya sejak dahulu tinggi, begitu pula badannya yang hingga saat ini masih tampak kurus, kulitnya yang semula putih kini menjadi sedikit gelap, rambutnya pun tampak sedikit lusuh. Banyak orang menilai, Doni adalah sosok yang tegas dan tangguh, mungkin karena ia sudah banyak ditempa oleh keadaan agar tidak menjadi lemah, ia telah menjalani betapa keras dan getirnya roda kehidupan.
      Menginjak usia empat tahun Doni harus kehilangan arah, ayah dan ibunya memutuskan untuk berpisah yang menyebabkan ia tidak tahu artinya keluarga cemara hingga saat ini. saat itu ibunya tengah mengandung, tetapi karena ego yang sama-sama tinggi, kedua orang tuanya memilih berpisah tanpa memikirkan Doni yang kala itu masi berumur empat tahun dan masih mebutuhkan kasih sayang yang utuh dari ayah dan ibunya. dia tidak mengikuti salah satu dari kedua orang tua nya, ia memilih menetap di kota Bogor Jawa Barat bersama dengan kakek dan neneknya, walaupun sejak kecil ia tidak mendapatkan kasih sayang yang utuh dari kedua orang tua nya, ia selalu bertekad dalam hatinya untuk selalu berbakti dan ingin mengangkat derajat kedua orang tuanya. Doni di besarkan oleh kasih sayang kakek dan neneknya, apapun mereka lakukan untuk membuat Doni bahagia, mereka juga mendukung pendidikan Doni agar kelak bisa mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan yang ia inginkan.
      Kelas satu SMP ayah Doni memutuskan untuk menikah kembali, selang satu tahun ia mendengar kabar bahwa ibunya menikah siri dengan pria asal Pemalang, saat itu Doni berusia 14 tahun, tak berselang lama ia mendapatkan kabar bahwa ibunya medapatkan perlakuan KDRT dari suami siri nya, betapa hancur dan runtuhnya ia saat mendengar cinta pertamanya mendapat perlakuan kasar dari suaminya, melawan pun ia tak bisa, ia hanya bisa melihat bagaiamna orang dewasa menyelesaikan masalahnya, ibunya memilih untuk bertahan walau terluka. pernikahan ibunya di karuniai tiga orang anak perempuan yang menjadi adik tiri Doni.
      Kelas satu hingga naik ke kelas dua SMP Doni selalu mendapatkan uang yang menjadi nafkah dari ayahnya, uang itu ia pergunakan untuk menambah biaya sekolah agar tidak terlalu memberatkan kakek dan neneknya, hingga saat memasuki kelas tiga SMP ayahnya memutuskan untuk pindah ke Kalimantan dengan niat memperbaiki perekonomian keluarganya, kepindahan ayahnya itu menyebabkan Doni jarang mendapatkan nafkah yang menjadi haknya. Kakek dan nenek nya pun tidak mau melihat Doni memutuskan perjalannya untuk menimba ilmu karena kekurangan biaya.
      Kakeknya yang kala itu bekerja sebagai tukang tidak bisa menutupi biaya sekolah dan perekonomian keluarganya, menyebabkan Doni menjadi bimbang, apakah ia harus tetap melanjutkan sekolahnya atau putus di tengah jalan, betapa sulitnya ia kala itu, rumah yang ia tempati pun hanyalah sebuah kontrakan yang tentunya harus dibayar setiap bulannya, di sela-sela belajarnya dia harus memikirkan bagaimana caranya mengasilkan uang.
      Hingga akhirnya ia mendapatkan pekerjaan sebagai tukang cuci steam, tak seperti anak seusianya kala itu yang pulang sekolah disambut oleh ayah dan ibunya, Doni harus bekerja sebagai tukang cuci steam untuk menyambung hidup dan pendidikanya. Keadaan memaksanya untuk selalu kuat dan semangat dalam bekerja, mengingat kakek dan neneknya semakin menua ia kadang berpikir bagaimana jika mereka kelak telah tiada, harus siapa lagi yang bisa ia jadikan rumah untuk hidupnya.
      Lulus dari SMP Doni melanjutkan pendidikannya ke jenjang SMK, ia masih bekerja sebagai tukang cuci Steam untuk menyambung hidupnya. mengingat semakin tinggi pendidikan maka biayanya pun semakin meningkat, SPP yang harus dibayar setiap bulannya kadang membuat kakek Doni harus meminjam uang kepada saudaranya, agar Doni tetap bisa sekolah. penghasilan sebagai tukang cuci steam tidak bisa menutupi biaya sekolah Doni ternyata. Kadang disekolah pun ia jarang jajan atau untuk sekedar have fun main keluar bersama teman-temannya pun ia tak bisa karena perekonomiannya. Ia memilih untuk tetap bekerja, bekerja dan bekerja untuk membantu Kakeknya membiayai sekolahnya. Tak hanya sebagai tukang cuci steam Doni pun pernah bekerja sebagai penjaga warnet agar mendapatkan uang saku lebih untuk membeli kebutuhan sekolahnya.
      Hingga pada saat ia menginjak kelas 3 SMK, sekolah mengadakan studyTour yang membutuhkan biaya cukup mahal, meliahat ekonomi Doni yang tak kunjung stabil salah satu gurunya pun berinisiatif memberi bantuan kepadanya, karena pembayaran studyTour saat itu hanya Doni lah satu-satunya orang yang belum melunasi pembayarannya, tetapi Doni menolak bantuan itu, ia mempunyai prinsip bahwa tidak boleh ada orang yang mengasihani dirinya, ia memilih kerja mati-matian saat itu untuk membayar biaya StudyTour nya. dua minggu kemudian ia berhasil mengumpulkan uang yang harus dibayar untuk menjadi biaya studytou sekolahnya. Cukup puas dengan kerja kerasnya, gurunya pun turut bangga terhadap Doni.
      2019 Doni dinyakatakan Lulus dari SMK tempat ia bersekolah, ia pun memilih untuk mencari pekerjaan agar bisa membantu ekonomi keluarganya, berbekalkan ijazah SMK Doni melamar ke salah satu perusahaan sebagai Cleaning Service, bak petir disiang bolong tiba-tiba virus yang berasal dari Wuhan China telah meraja lela masuk ke  Indonesia, 2019 tahun pertama bagi Doni merasakan bagaimana mempunyai penghasilan tetap dan pada tahun itu pula ia harus merasakan diberhentikan dari pekerjaannya yang disebabkan oleh virus COVID-19 yang membuat Doni harus menjadi pengangguran.
      Tepat 8 bulan Doni menganggur tidak mempunyai pekerjaan, terlebih lagi pada tahun 2021 ia harus kehilangan orang yang selama ini telah merawatnya sejak kecil, nenek nya meninggalkannya untuk selamanya, betapa hancurnya ia kala itu yang harus hidup sebatang kara dengan kakeknya ditambah lagi dengan berbagai caci maki yang ia dapatkan dari orang-orang yang selalu meremehkannya, menganggap dirinya tidak akan mempunyai masa depan yang cerah, berbagai tekanan ia dapatkan, mental nya terus di hajar habis-habisan dengan cacian dan makian, hingga saudara sendirinya pun turut memberikan caci maki terhadapnya, sakitnya seorang anak lelaki yang bahkan saudara sendiri pun turut meremehkannya. Doni pun memutuskan untuk menemui ayahnya di Kalimantan, berharap akan ada pekerjaan disana yang bisa mengubah nasibnya, tak menemukan titik terang di Kalimantan Doni memutuskan untuk kembali ke Bogor, mengingat kakeknya saat itu sudah semakin tua dan terus sakit-sakitan.