Suatu hari aku akan menjadi seperti itu, perempuan tua yang meratapi malam-malamnya ditengah lolongan anjing yang memerihkan sudut kota
Dan aku terseret, terlanjur bergelimang di dalamnya
Tak lagi menatap birunya langit
Hanya awan gelap yang akan kunikmati sebagai pelindung yang menguap diantara gumpalan kepekatan malam
Ketika ia menjulurkan kaki-kakinya kulitnya melepuh dan urat-urat diantara kulit coklat itu terpapar keluar
Perempuan itu menampakkan rupanya, tersenyum dingin ketika udara diluar diliputi gerimis beriak kecil
Ah…suatu hari nanti aku pun melakukan hal yang sama
Bergerak pelan berjalan tersendat dan tak mampu memapah tubuhku sendiri
Lalu aku pun akan merebah dipermukaan tanah dan tersenyum getir dalam tiupan angin yang menerbangkan uban-ubanku
Dan titik-titik hujan melumat ubun-ubunku, membasahinya dan tak membiarkannya mengering
Sehingga bau sembab dan lembab yang melebur di setiap akar rambutku menyebar mengganggu pencium sejati
Mereka pun berpaling mengganggapku perempuan tua yang sedang mati kesepian
Balutan kulitnya menipis, ketika tulang-belulang menonjol dipermukaannya
Suatu hari pikirku…seperti perempuan tua itu.
Menyesap air embun yang merembes diantara daun-daun muda yang perlahan meninggalkan hijaunya yang meluruh kecoklatan
Ah…aku menghindari tatapan itu, aku bukan perempuan itu
Karena ketika mentari merangkak pelan-pelan aku tau, aku punya cerita sendiri.
Bukan tentang perempuan itu tapi perempuan ini……aku….
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H