Ketika mentari tanpa malu malu menampakan sinarannya diujung langit yang begitu biru namun diujung sana nan jauh terlihat kabut dari arah pandang ku.
Kopi dalam gelas hanya baru setenggah terteguk seiring ingatan bergumul menjadi sekuntum memory kenangan yang terlupakan akan indahnya, sejenak ku ingat awal mula kita jumpa cukup sederhana tak ada istimewanya, dan yang membuat semua menjadi istimewa adalah cinta, perasaan yang dibendung rindu.
Ya kita sama sama jatuh cinta, cinta pun berlanjut dalam hari yang kita lewati kadang ada bimbang resah dangalau menghantui mu, rasa takut akan kehilang telah terbenam dibenak mu yang akhirnya kini kita telah kehilangan.
Manisku, diantara ombak yang memutih dipecahkan dibibir pantai diantara tebing tebing bisu kita mengukir janji untuk terus selalu bersama, sampai kini ku tergiang akan kata manis mu tak kan meninggalkan cinta ini dalam kondisi apapun.
Manisku, kita telah melupakan tujuan hidup kita hanya dengan hal hal sepele, berkutik pada yang semu, atau kau jemu akan janji janjiku yang belum tertepati diantara hari tua kita.
Manisku, masih ada cinta ini untuk mu, dan aku tahu kau juga masih merindukannya, jika saja kita tepis kan ego, mari kita melangkah untuk tumpuan masa depan, sebuah goresan pena tak kan mampan kau baca karna hanya menyisakan air mata mu diujung manis bibir mu.
Salam sayang penuh cinta Slalu
Nasruddin Oos
Ulee Kareng, 19 Juli 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H