Mohon tunggu...
NASRUDDIN OOS
NASRUDDIN OOS Mohon Tunggu... melalang buana, kerja g jelas kuliahpun tidak jelas -

Ah, Gelap

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kampus “Konyol”

9 Februari 2010   20:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:00 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

KAMPUS “KONYOL”

Oleh : Nasruddin

Suatu hari kampusku diguyur hujan dan air tergenang di beberapa sudut halamannya. 100Bahkan hampir setiap hujan menguyur air selalu tergenang di sana. Ya, ini tentu disebabkan oleh tidak adanya drainase dan tata letak pembangunan yang kurang terkonsep, atau jangan-jangan memang tidak memiliki konsep bagaimana caranya membangun sebuah lingkungan bersih dan nyaman.

Sungguh terlalu naïf, berbicara cinta tapi tak ada rasa cinta untuk membangun sebuah lingkungan yang membuat rasa ketenangan dalam berinteraksi. Minggu kemarin aku duduk dengan seorang teman sambil ngopi di warung cukup sederhana, sambil melepas kangen-kangenan karena memang sudah lama kami tak berjumpa. Segudang bahasa kerinduan terlepas, namun satu hal membuatku mempelajari kata-kata konyolnya.

Seandainya aku bisa berandai-andai mungkin aku akan berandai-andai tentang hal-hal yang lebih konyol seperti berandai-andainya seorang musisi Indonesia Ahmad Dahi pentolan DEWA 19 feat Crisye itu, “Jika surga dan neraka itu tidak ada.” Ya atau mungkin kita harus selalu berbicara jujur tanpa berandai-andai, agar di antara kita kian akrab dan setia, tapi janganlah seperti kejadian sepasang kekasih, malam hari berjanji untuk selalu bersama dan setia. Nah belum lagi sampai 24 jam, semua omongan itu sudah terbukti, bukankah kejujuran yang paling jujur adalah kebohong yang paling besar?

Kami mungkin sudah lama menyadang predikat mahasiswa. Kawan-kawan kami sudah lagi skripsi dan ada sebagian bahkan sudah terlalu banyak mahasiswa seangkatan kami telah wisuda. Kami hanya sedikit yang masih menjadi “anak kampus,” bermacam alasan muncul sebagai pertanggungjawaban, memang masalah klasik tidak bisa kami elakkan. Sudah beberapa tahun tak punya uang untuk bayar SPP, pada hal Eko Prasityo pernah berkata dalam bukunya “Orang Miskin Dilarang Sekolah,” mungkin itu salah satu alasan kami bertahan, tapi semua orang pada memburu, memburu-buru hal-hal yang terburu-buru.

Dari sewaktu aku pertama masuk kampus ini sampai bertahan hari ini, tidak banyak berubah. Kalau dulunya di belakang sana ada lapangan bola volly di dekat musallah atau lebih tepat dulunya di depan akademik Tarbiyah, sekarang sudah berdiri beberapa ruang termasuk sekolah Taman Kanak-kanak (TK).

Hampir setiap tahun diadakan turnamen oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknik (BEM FT) tingkat mahasiswa dan pelajar se-Banda Aceh dan Aceh Besar. Di belakang sana lagi sekitar 10 meter ada lapangan bola kaki. Di lapangan bola kaki itu sering dibuat turnamen bola kaki antara mahasiswa yang waktu itu dibuat oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas kalau sekarang lebih dikenal dengan Pemerintahan Mahasiswa

Kini, di sana sudah ada sebuah ruang diberi nama Peradilan Semu dan kantor Fakultas Tarbiyah, serta ada empat ruang kuliah. Kalau pagi untuk mahasiswa akademi Fisioterapi dan sorenya untuk mahasiswa Fakultas Ekonomi. Di sudut sana ada bangunan belum siap atau memang tak mau disiapkan. Bangunan itu berdekatan dengan pusat perkantoran Badan Eksekutif mahasiswa -walaupun tidak semua BEM fakultas memiliki itu, ya contohnya untuk BEM Fisioterapi dan BEM Psikologi.

Aku masih berbincang-bincang dengan kawan tadi, tentang dulunya sebuah kebanggaan aku bilang bahwa di kampusku juga pernah memiliki hal-hal seperti itu, lalu kawanku itu bertanya sekarang ke mana semua itu? Aku binggung tak tau mau jawab apa. Namun kujawab, semua itu sudah kusimpan dalam bingkai. Aku heran dan bertanya sendiri, apakah kampusku ini mapan atau anti kemapanan. Aku binggung dengan hal-hal seperti ini.

Apalagi dua bulan kemarin, ada pembagian beasiswa. Konon orang-orang yang mendapatkannya atau pernah mendapatkan maka mendapatkan lagi pada priode berikutnya. Yan glebih mengherankanku, seorang kawan di kampusku berkata bahwa ada mahasiswa di fakultasnya berkerja juga di universitas atau tepatnya karyawan tapi dia juga mendapatkan beasiswa itu. Ya, kukatakan padanya bahwa itu wajar-wajar saja, karena dia juga termasuk orang dekat dengan pengambil kebijakan itu. “Goblok,” kawanku berkata dengan wajah garang. Aku hanya menatapnya sinis sambil melihat jejak-jejak langkahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun