Pagi yang dingin dalam rentesan embun-embun hinggap didedaunan, ah sebentar lagi mentari muncul dalam gagah cahayanya, maka embun-embun itu akan hilang termamah dalam kepanasan, mengering tanpa bekas dalam jejak yang ada, hanya rasa yang tertinggal disaat semilir yang nakal mengembus dengan mesra dalam detik-detik gelap yang akan tertinggal.
Aku yang lagi asyik dengan computer yang memiliki modem begitu lambat, imsak baru saja berlalu dan shalat subuhpun telah tertunaikan Cuma saja tidak berjama’ah di Mushalla. Mengotak atik program-program yang ada bahkan sampai error, tiba-tiba saja seorang sahabat muncul dalam sapaan begitu akrab. Kami larut dalam perbincangan pagi yang sebelumnya tak mengukir janji, hingga tak ada yag harus ditagih dalam jalinan yang ada, sampai mengerti atau tidak kami terus berbincang, bahkan tanpa memperdulikan nyamuk-nyamuk nakal isengnya penuh gigitan.
“Bang, kenapa status menikah di profil FB ku, tidak abang komentarin”.
wow, emang adek udah nikah, kapan?, dengan siapa?, kok nggak dikabarin sich
“Santi, belum menikah bang, tetapi sudah seperti menikah”, sekarang abang udah tahu kan siapa Santi?”.
Nggak ngerti dek, bisa nggak diperdetail lagi, maksudnya apa?
“kayaknya, nggak ada yang perlu Santi detailkan, karena sudah jelas seperti apa pengakuan Santi kepada Abang, kecuali abang mau mendengar bahwa, Santi sudah tak gadis lagi”. Santi terjebak dalam noda hitam yang kelam penuh dosa, Santi tak layak bersahabat dengan abang, bahkan dengan siapapun.
Jadi, apa hubungannya kegadisan mu dengan persahabatan kita?, lagipun aku juga bukan manusia yang suci yang tidak pernah terbalut dengan dosa bahkan berlumuran dalam lumpur dosa. Aku menjalin hubungan bukan karena keperawanan, kecantikan ataupun kekayaan, sebab landasan utama dalam menjalin hubungan adalah ketulusan dan kejujuran. Maka itulah yang membuat hubungan akan bertahan.
“Bang, Santi tidak memiliki saudara laki-laki sebagai mengadu dan yang melindungi Santi, santi mengalami ini sendiri bang, kepahitan ini sendiri Santi rasakan, begitu pedih bang”.
Adek, abang ada disini untuk mu, mengadulah, bersandarlah, walau tidak sepenuhnya aku melindungi karena jarak yang membentang antara kita, sekarang apa mau mu?
“Santi, mau Boy bertanggungjawab tentang apa yang telah dia lakukan pada Santi, jika bukan dia maka Santi akan memilih untuk tetap sendiri selamanya. Memang ada cowok lain, namanya Coy yang dari dulu sangat mencintai Santi, dan bahkan permasalahan ini juga udah santi katakan pada Coy dengan harapan Coy itu dapat membenci Santi, tetapi malah Coy semakin mencintai Santi dan menerima Santi apa adanya. Santi tak ingin menyakitinya, sehingga Santi katakan pada untuk berhenti berharap Santi”.
Ok, kita lakukan itu, kita desak si Boy untuk bertanggungjawab, tetapi Tanya selanjutnya, apakah setelah si Boy mempertanggungjawabkannya Santi akan bahagia?.
“Jika bukan Boy, Santi tidak mau bang, Santi telah memilih keputusan untuk tetap sendiri, selamanya, selama Tuhan berkehendak Santi untuk hidup”
Santi, kita perlu diskusi lebih dalam tentang ini, jangan terlalu tergesa-gesa mengambil keputusan, ya mungkin pikiran mu sedang kacau, Santi perlu teman untuk curhat, agar penyegaran pikiran dapat dilakukan dengan ide-ide orang lain.
“Tidak bang, pikiran Santi cukup segar dalam mengambil keputusan itu, tak ada lagi yang perlu di diskusikannya”
Iya, abang ngerti kok, ntar kita akan membahas lagi sampai tuntas keakar-akarnya ya.
“oa, apa pendapat abang terhadap Santi, setelah mendengar dan setelah tahu siapa Santi”.
Kayaknya masih seperti biasa, seperti kemaren-kemaren dan tak ada yang berubang dari abang, kapan dan dimanapun abang selalu menjadi sahabat mu.
“terima kasih bang, karena bersedia menjadi sahabat Santi, permasalah ini hanya pada abang Santi katakana, orang tua Santi tidak tahu ini bang, mereka sangat menyayangi santi tetapi Santi menusuk mereka dari belakang”.
Santi, semua ini sudah terjadi, yakinlah bahwa cobaan itu kecil bila dibandingkan besarnya karunia, semua itu ada hikmahnya, kita petik hikmahnya saja, pengalaman ada guru yang paling berharga, maka mari kita berusaha untuk lebih baik lagi.
“iya bang, tetapi Santi seperti orang munafik, yang lugu dan bersifat baik pada orang-orang, dan seperti orang sok suci ketika mereka, adek-adek dikost mengadu tentang permasalahan mereka dan Santi memberi saran seakan Santi tidak pernah ternoda”.
Sekarang katakan tidak pada kemunafikan, jujurlah pada diri sendiri, tentang siapa kita, untuk apa kita, mau kemana kita setelah mati, semua itu fana, semua itu milik Allah SWT, tak ada yang kita miliki selain dari amal ibadah. Allah itu Maha pengampun dan Maha Adil. Maka padaNya segala puja dan puji kita, mari kita bertobat dan tidak mengulanginya lagi. Noda hitam gelap tak bertuan sulit kita keluar darinya jika sudah terjerumus, Sujudlah pada Allah SWT memohon ampunan.
Semoga bermanfaat.
Salam Sayang Penuh Cinta
Nasruddi OOS
Sikabu Kuala Batee, Aceh Barat Daya. 18 Agustus 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H