Ah. Semilir malam berhembus perlahan tak kala kita dalam atap yang sama berteduh ketika hujan beranjak setelah membasahi bumi, ya kita baru saja membeli pop mie sebagai makanan buat makan malam kita, itu cerita kau dan aku ketika kita masih bersama dulu dan dikala itupun kita berjanji untuk saling setia serta saling mengerti.
Sayang ku, cerita itu begitu indah kita ukir hingga aku tak tahu lagi dari mana memulai menulis tentang dirimu yang singgah sekejap beri setitik asa. Bukan aku mengeluh kehilangan mu dan waktu tak mempertemukan kita lagi, setelah itu.
Ku sadari arti cinta mu yang begitu besar dan aku juga telah berusaha untuk tetap menyayangi dirimu seperti aku menyayangi diriku, semula memang aku nak memberikan kebahagiaan seutuhnya teruntuk dirimu tapi sayangnya bahagia dirimu bukan karena aku melainkan ada pada dirimu sendiri, bukan karena aku.
Dan kini sedikit ku ceritakan apa yang bisa aku ceritakan seingat aku untuk menceritakannya. Kau begitu manja dimalam itu hingga kau katakana bahwa kaki mu pegal-pegal dan ingin dipijitin, walau aku bukan pemijit ulung namun ku usahakan tuk memijit dirimu, malah kau tersenyum mesra ketika itu. Oh malam.
Hanya padamu setelah itu ku gantungkan harapan bahwa kau lah yang ku inginkan dijodohkan Tuhan bersama diriku, hingga aku tak tahu lagi gimana cara menyambung tulisan ini sayangku sampai pagi menjelang dan aku sudah tak lagi dalam mimpi buruk mu, maafkan aku sayang karena sudah lupakan akan kata yang harus ku ukirkan untuk mu….
Sungguh ku selalu dalam cinta…
Salam
Blangpidie. 10/mei/2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H