Mohon tunggu...
Ina Purmini
Ina Purmini Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga, bekerja sebagai pns

Menulis untuk mencurahkan rasa hati dan isi pikiran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seorang Sarjana Terlahir dari Semangkuk Empal

3 Januari 2024   20:36 Diperbarui: 3 Januari 2024   20:39 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap istirahat siang tiba, hampir selalu terdengar mang Rodi menawarkan dagangan dengan suara dan nadanya yang khas, "eemm....pal".  Dan tak lama kemudian akan muncul sosoknya di ruang kerja. 

Wajahnya  kehitaman karena terbakar matahari, tapi terlihat kejujuran dan semangat yang tinggi mencari rizki di sinar matanya. Tak lupa mang Rodi menghampiri setiap pegawai di ruangan dan menawarkan empal gentong daging sapinya yang lezat dan harga yang sangat ekonomis. 

Cukup Rp10.000,- sudah makan kenyang, empal plus nasi atau empal plus lontong. Tetapi di akhir tahun ini dengan berat hati mang Rodi menaikkan harga empal per mangkuk menjadi Rp15.000,- Wajarlah karena harga bahan baku semuanya sudah naik.

Ada apa rupanya dengan semangkuk empal mang Rodi? Selain lezat dan ramah di kantong, ternyata ada cerita menarik di balik semangkuk empal mang Rodi.  Sebagai pedagang keliling yang tidak lulus SD, mang Rodi hidup pas-pasan. Hasil dagangan juga hanya cukup untuk menghidupi 2 anak perempuannya dan istrinya.

Tetapi meskipun SD saja tidak lulus, ternyata mang Rodi mempunyai pemikiran yang maju. Dia ingin anaknya sekolah yang tinggi, agar nasibnya tidak seperti dirinya hanya pedagang keliling yang penghasilannya tak seberapa.

Dan anaknya pun memiliki semangat belajar yang tinggi. Dia ingin mewujudkan keinginan sang ayah, untuk sekolah yang tinggi, agar nasibnya, penghidupannya lebih baik dari ayahnya.

Dari penghasilannya yang tak seberapa tersebut, mang Rodi selalu menyisihkan uang untuk ditabung yang nantinya untuk pembayaran biaya sekolah anaknya. Anak pertamanya kemudian kuliah, dan sudah lulus beberapa tahun lalu serta sudah bekerja di sebuah perusahaan swasta dengan gaji yang jauh lebih tinggi dari penghasilan mang Rodi jualan empal. Oleh perusahaan, anak mang Rodi dikuliahkan S-2, mungkin karena rajin dan berprestasi. 

Menurut cerita mang Rodi, anaknya setiap bulan mengirim uang untuknya. Bahkan meminta ayahnya tidak perlu lagi jualan empal keliling, sebab uang bulanan yang dikirim sudah cukup untuk biaya hidup mang Rodi yang sederhana, juga untuk membantu biaya sekolah adiknya yang SMA. Tetapi mang Rodi menolak. Dia malah bingung, mau ngapain di rumah kalau tidak jualan? Sedangkan badannya masih sehat bugar dan kuat mendorong gerobak empal.

Dan di akhir obrolan, mang Rodi berkata dalam bahasa daerah Cirebon yang jika diartikan menjadi, "Makasih ya pak/bu, suka jajan empal. Berkat ibu bapak di kantor ini jajan semangkuk dua mangkuk empal, anak saya bisa jadi sarjana."

Ya...walaupun agak berlebihan kalau kita yang makan empal mang Rodi kemudian dinilai punya andil dalam terlahirnya seorang sarjana. Padahal mang Rodilah yang berjasa, sebab mengusir rasa lapar kami, tanpa harus beranjak dari meja kerja dan tak bikin kantong kering pula. Tapi ya hal itu menunjukkan kerendahan hatinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun