Sudah banyak kompasianer yang menulis tentang Habibie sejak diwawancarai dalam acara Mata Najwa. Sepertinya masih ada beberapa hal yang luput dari pemberitaan yang menurut saya perlu kita ketahui bersama sebagai salah satu teladan bagi kita. Telah banyak diceritakan tentang sikap dan kebijakan Habibie yang semula diduga akan meneruskan rezim Soeharto ternyata salah, tentang kisah kinasih abadinya dengan Ainun, tentang kejeniusannya dalam ilmu penerbangan, tentang produktifitas pemerintahannya dalam menerbitkan Undang-Undang, dsb. Ada dua hal lagi yang pantas diapresiasi : 1. Mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan pribadi/golongan. Kita tahu bahwa Habibie adalah seorang ilmuwan di bidang penerbangan, beliau yang membangun Industri Pesawat Terbang Nurtanio, kemudian menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) dan sejak tahun 2000 menjadi PT. Dirgantara Indonesia, mulai dari nol sampai pada akhirnya Indonesia bisa membuat pesawat terbang CN 235. Sungguh sebuah prestasi yang membanggakan, walaupun ada sebagian orang yang mencibir. Pada tahun 1998 saat Indonesia dilanda krisis berkepanjangan, demo anti Soeharto yang begitu besar sampai kemudian Presiden Soeharto harus 'lengser keprabon' alias turun dari kursi kepresidenan dan digantikan oleh B.J. Habibie yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden. Di masa-masa sulit tersebut, di tengah-tengah krisis ekonomi, krisis sosial dan krisis moral, dimana harga melambung, nilai tukar rupiah merosot tajam maka PT IPTN mengalami restrukturisasi, karena dengan jumlah pegawai yang mencapai 16.000 dianggap sebagai suatu peborosan dan akan lebih baik pendanaan IPTN dialihkan untuk mengatasi krisis/pemulihan ekonomi masyarakat. IPTN pun mati suri karena tiada dana yang cukup untuk operasional perusahaan dan karyawan yang tinggal 4.000. Bahkan pada September 2007 PT. Di dipailitkan walaupun kemudian dibatalkan. Nah, pada saat B.J. Habibie menjabat sebagai Presiden pada tahun 1999, sebenarnya sangat memungkinkan bagi beliau untuk mengambil kebijakan yang menguntungkan dengan menggelontorkan dana untuk menghidupkan kembali IPTN. Namun hal tersebut tidak dilaksanakannya, beliau tidak mengedepankan egonya, cita-citanya yang tinggi untuk membangun industri penerbangan di Indonesia, tidak mengedepankan kepentingan pribadi/golongannya tetapi lebih mengutamakan kepentingan negara, kepentingan seluruh rakyat Indonesia dengan tidak menggelontorkan dana ke IPTN yang pastinya hanya dinikmati sebagian kecil dari masyarakat Indonesia, tetapi digunakan untuk membiayai belanja untuk program-program yang menyentuh rakyat banyak. 2. Rangkap jabatan bagi pejabat negara Pada saat menjabat Presiden, dengan tegas beliau memerintahkan para pejabat negara untuk tidak rangkap jabatan, untuk memilih apakah terus menjadi pejabat negara atau memilih tetap sebagai petinggi/pengurus partai. Bahkan ketika Akbar Tanjung keberatan dengan mengatakan bahwa 80% pengurus Golkar adalah PNS, pak Habibie dengan tegas menjawab silahkan cari pengurus baru yang penting tidak ada rangkap jabatan. Bagi beliau, apalagi dengan kondisi sekarang ketika Presiden/Kepala Daerah dipilih langsung oleh rakyat, ketika seseorang berkedudukan sebagai pejabat negara maka seluruh tenaga, pikiran, jiwa dan raganya seharusnya diabdikan untuk rakyat, tidak lagi untuk partai/golongannya saja. Bandingkan dengan kondisi sekarang, karena banyak pejabat negara yang sekaligus petinggi parpol, maka konflik kepentingan tak terhindarkan. Tak jelas lagi para pejabat negara ini bekerja untuk siapa, bahkan terkadang kepentingan parpol yang lebih menonjol. Mudah-mudahan sikap Presiden RI ke-3 tersebut dapat menjadi teladan bagi kita, utamanya bagi para pejabat negara yang terhormat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H