Korupsi di Indonesia makin hari sepertinya semakin subur, walaupun berbagai lembaga dibentuk untuk mencegah dan memberantasnya, misalnya KPK, Kepolisian, Kejaksaan, dsb.
Sebenarnya mengapa korupsi di Indonesia begitu sulit diberantas? Untuk mengatasinya perlu dicari dulu akar penyebabnya, sehingga ‘obat’ yang diberikan akan bekerja dengan tepat.
Perilaku korupsi sebenarnya didorong oleh 2 (dua) faktor yaitu internal dan eksternal, yang biasa disebut dengan teori GONE, yaitu Greedy (Keserakahan), Opportunity (kesempatan), Need (Kebutuhan) dan Exposure (pengungkapan). Keserakahan dan kebutuhan merupakan faktor internal, sedangkan kesempatan dan pengungkapan merupakan faktor eksternal.
Berdasarkan teori tersebut, maka seseorang akan melakukan korupsi karena memang manusia pada dasarnya serakah, tak pernah merasa puas. Hal ini terbukti para koruptor di negri ini tak pernah bosan menimbun kekayaan sampai pada akhirnya teruangkap kasusnya/tertangkap tangan. Tidak pernah ada kata ‘cukup’ dalam diri koruptor.
Faktor internal kedua adalah kebutuhan, dimana seseorang harus melakukan korupsi karena terdesak kebutuhan hidup, misalnya harus membiayai pendidikan anak, biaya kesehatan dan sebagainya.
Bila kedua faktir internal tersebut muncul, kemudian kesempatan (opportunity) memungkinkan, maka terjadilah korupsi, pencurian, penyelewengan yang merugikan keuangan negara dan akibatnya antara lain adalah kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat.
Lalu bagaimana pemberantasannya? Dengan faktor terakhir yaitu Exposure/pengungkapan. Disini kasus tidak hanya diungkap tetapi juga lebih luas yaitu penegakan hukum /law enforcement secara konsinten. Seorang koruptor harus dihukum berat sesuai dengan kesalahnnya sehingga memberikan efek jera bagi yang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H