Sejatinya tulisan ini adalah self healing untuk saya pribadi. Tapi, setelah browsing bolak balik di dunia maya, saya belum menemukan teman senasib yang menuliskan perasaannya tentang "kesuksesan yang tertunda ini". (Mungkin karena ini adalah tahun pertama pelaksanaan assessment online dan hasilnya baru saja diumumkan 1 hari yang lalu). Assessment online LPDP adalah sebuah tes tentang motivasi dan kepribadian seseorang yang tidak mengenal jawaban benar atau salah. Kalau tidak salah, ada 200 item pernyataan yang harus dijawab.
Saya mencoba memanggil kembali memori saat saya melakukan assessment online LPDP. Bangun jam 3 pagi, berdoa, menyiapkan termos air panas untuk menyeduh teh, dan menyalakan laptop. I did it seriously. Membaca setiap item pernyataan dengan seksama dan memberikan jawaban yang sesuai dengan apa yang saya yakini dan rasakan.
Lalu kemaren, sesuai jadwal di situs LPDP, hasil seleksi assessment online diumumkan. Kalimat  "MAAF, ANDA TIDAK LULUS SELEKSI ASSESSMENT ONLINE LPDP" nampang distatus akun LPDP saya.
Awalnya saya tersenyum, kecut sih, hehehe... menarik nafas dalam, ada sedikit rasa cenut-cenut didalam dada, sakitnya tuh disini... kalo istilah bakunya, saya merasa KECEWA.
Saya segera mengabarkan "kegagalan" ini kepada soulmate saya. Â Saya memberikan warning, bahwa dalam 1 atau 2 jam kedepan kemungkinan besar saya akan bolak balik menceritakan hal ini agar hati saya lega. Alhamdulillah, dia tenang-tenang saja. (That's what a friend for...)
Sebelumnya, saya berselancar diinternet untuk mencari tulisan apa saja tentang nasib saya ini. Ada beberapa blog bagus yang memberikan kesempatan kepada orang lain untuk belajar dari kegagalan mereka. Ada dua artikel yang saya temukan dan keduanya sangat menginspirasi. (Tammyprasetyo@wordpress.com, NurvitaMonarizqa@medium)
Salah satu artikel itu mengatakan sama persis seperti yang sahabat saya katakan, you just don't fit with their system...
Kalimat pendek ini seketika memboosting kepercayaan diri saya. Yup, kegagalan saya di seleksi assessment online ini bukan karena saya bodoh atau tidak qualified. Tidak juga karena saya adalah orang yang jahat, calon koruptor atau tidak bisa memimpin. Saya tidak lulus hanya karena saya tidak termasuk nominee yang berada didalam standar kriteria LPDP. Itu saja. Kesadaran ini membuat saya tetap menghormati diri saya dan usaha yang sudah saya lakukan. Saya juga tidak menyalahkan diri sendiri (karena memang tidak perlu), tidak juga berandai-andai begini dan begitu atau stuck pada pikiran negative lainnya.
Saya tidak fit in dengan kriteria LPDP, maka yang terbaik memang saya tidak masuk kedalam system itu. Coba bayangkan, anda memakai baju yang sangat sempit atau sangat kedodoran, saya rasa sebentar saja anda pasti langsung merasa tidak nyaman kan? Sama saja, ketika anda tidak cocok dengan sesuatu ketidaknyamanan itu pasti akan muncul. So, God knows the best... katanya Dalai Lama, seringkali kegagalan itu merupakan penyelamatan. Hanya saja kita belum tahu, kita diselamatkan dari apa. Mungkin saja, besok, lusa, bulan depan atau tahun depan, anda dan saya akan bersyukur karena kegagalan ini kan?
Artikel lainnya menceritakan langkah lanjut yang diambilnya setelah gagal dalam seleksi LPDP. She is pursue her dream without scholarship and she did it.. Bravo... Yah, LPDP bukan satu-satunya jalan meraih cita-cita saya. Ada begitu banyak pilihan selain LPDP. Mungkin kegagalan ini akan membuat saya mendorong diri saya lebih kuat dan melewati limit kemampuan yang saya yakini. Â Meskipun, kadang ada bisikan kecil dalam hati yang menyuruh saya berhenti mengejar mimpi, namun sisi lain jiwa saya tidak melihat berhenti sebagai pilihan terbaik saat ini. Masih ada banyak cara yang belum saya coba. Masih ada banyak strategi perjuangan yang belum saya jalani. Jika saya menyerah disini, perjuangan berdarah-darah saya dimasa lalu rasanya tidak akan rela.
Saya tidak ingin disisa hidup saya nanti menyesali hal-hal yang seharusnya saya lakukan tapi tidak saya lakukan. Time will not go back. Katanya mantan Presiden Obama, saya tidak ingin menghabiskan hidup saya sebagai seorang laki-laki tua yang duduk di bar dan bercerita tentang hebatnya masa lalu saya, lalu pulang dengan perasaan sesak penuh pikiran seandainya waktu itu saya begini dan begitu...