bisnis baru selama pandemi. Memang benar, hidroponik banyak menawarkan solusi yang tidak dapat di atasi oleh pertanian konvensional, akan tetapi kita harus paham bahwa banyak tantangan yang harus dihadapi untuk memulai bisnis dengan sistem hidroponik.Â
Sistem hidroponik yang terlihat mudah, fleksible, efisien dan efektif dibanding dengan pertanian konvensional, sangat menarik untuk dilakukan. Alhasil selama masa pandemi, banyak orang yang memulai untuk bertani dengan sistem hidroponik dengan berbagai alasan. Mulai dari mengisi waktu luang dirumah, meneruskan hobi bercocok tanam hingga sebagai ideBeberapa hal yang perlu diketahui sebelum menentukan hidroponik sebagai bisnis utama adalah Modal. Walaupun terlihat mudah, tidak bisa dipungkiri sistem hidroponik membutuhkan biaya yang besar. Hal ini terjadi karena jika dihitung dari modal awal, seperti pipa, pompa air, selang hdpe, hingga bibit tanaman dan nutrisi tanaman sudah cukup banyak menggunakan pengeluaran. Sebagai contoh, untuk memulai hidroponik skala komersil rumahan membutuhkan lahan kurang lebih 150m2 dan lahan instalasi kurang lebih 100m2 yang cukup untuk membuat sekitar 100-112 lubang dengan jarak tanam 15cm. Sesuai yang ditulis oleh Ahmad Mujtahidin pada laman Bisnis Hidroponik: Peluang, Analisa Usaha dan Cara Memulai - Lurus ID  tentang "Peluang Bisnis Hidroponik". Dari hasil bertanam pakcoy dengan sistem hidroponik mempunyai proyeksi keuntungan yang didapat berkisar Rp. 31.500.000, terlihat menggiurkan, akan tetapi jangan lupakan modal awal yang berjumlah sebesar Rp. 67.000.000. Biaya itu masih belum termasuk dengan biaya operasional dengan jumlah sekitar Rp. 16.000.000. Untuk penjelasan yang lebih rinci, pembaca bisa langsung mengunjungi laman yang telah penulis cantumkan.
Kemudian dengan minimnya pengetahuan masyarakat Indonesia tentang sayur hidroponik akan menjadi tantangan selanjutnya bagi pebisnis hidroponik. Banyak masyarakat awam yang masih melihat kuantitas ketimbang kualitas produk, maka dari itu sudah menjadi kenyataan bahwa sayuran hasil sistem hidroponik lebih sulit bersaing ketimbang sayuran hasil pertanian konvensional, karena memang harga sayuran hidroponik jauh lebih mahal dari sayuran pada umumnya.
Dari segi pendistribusian hasil produksi, sayuran dari hasil sistem hidroponik juga memiliki hambatan tersendiri. Hal ini terjadi dengan alasan bahwa kebanyakan sayur hasil sistem hidroponik lebih banyak ditemukan dan dijual di supermarket, sedangkan jika kita lihat dari segi pembeli. Banyak masyarakat Indonesia yang lebih memilih pasar tradisional ataupun penjual sayur kecil (keliling atau toko) untuk membeli produk sayuran.
Di sini bukan berarti penulis berasumsi bahwa bisnis hidroponik itu sulit, akan tetapi penulis ingin memberi gambaran dan persiapan untuk para pemula, sehingga tidak akan terjadi penyesalan maupun kecewa setelah mencoba berbisnis hidroponik. Di sisi lain, kita harus paham dengan beberapa kekurangan dari sistem hidroponik. Dari modal pengeluaran dan perawatan yang besar, pemilik dituntut untuk memiliki pengetahuan dan ketelitian yang cukup untuk merawat tanaman dan yang terakhir resiko yang tinggi. Kesalahan sistem bisa mengakibatkan seluruh tanaman mati.
Dari penjelasan diatas, penulis berharap agar pembaca dapat memilah dan memilih sebelum menentukan hidroponik untuk komersil, atau untuk hobi. Yang jelas seperti prinsip bisnis yang kita ketahui, semakin besar modal semakin besar keuntungan, semakin besar keuntungan semakin tinggi resiko yang akan dihadapi. Pada akhirnya, alangkah baiknya jika hidroponik dimulai dari kebiasaan, di mulai dari hasil tanam hidroponik yang dapat dikonsumsi pribadi, lalu secara bertahap , pelan tapi pasti menuju tahap hidroponik berskala industri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H