Mohon tunggu...
Aqmarina Andira
Aqmarina Andira Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

A mischievous girl who can fly and magically refuses to grow up

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hukum Apa Itu?

26 Mei 2014   05:02 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:07 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Refleks membuat gigi saya mengatup rapat. Nafas yang tertahan selama membaca artikel tersebut akhirnya terhela juga, namun bukan karena lega. Badan saya menjadi lemas. Jantung saya terasa panas dan melorot jatuh bebas, mirip rasanya seperti jika sedang mimpi jatuh dari gedung tinggi. Ada sakitnya, ada kecewa karena tidak bisa berbuat apa-apa, dan ada sedikit marah karena dikhianati.

God help them!” tulis teman saya yang beragama Katolik dalam status di akun Facebook-nya.

Status tersebut disertai dengan artikel berita mengenai penculikan siswi-siswi oleh Boko Haram di Nigeria. Berita tentang militan Islam yang menyerang gereja dan masjid, menculik siswi-siswi, memaksa mereka memeluk Islam, dan kemudian memperlakukan mereka seperti budak. Hanya tiga kata dan sebuah tanda seru, tanpa suara, tanpa ekspresi wajah, tapi saya dapat merasakan kemarahan, kesedihan, bahkan mungkin kebencian dari status tersebut.

Saya tidak tahu persis apa yang sebenarnya terjadi di sana. Berita dan media saat ini susah dipegang kebenarannya. Tapi sebagai seorang Muslim membaca artikel dan status teman saya yang seperti itu, saya pun merasa marah, sedih, dan kecewa. Dua puluh lima tahun hidup sebagai seorang Muslim, sembilan tahun menjalani pendidikan formal di sekolah Islam, dan hidup di tengah orang tua yang relijius dan taat, saya tidak pernah sekali pun mendengar adanya ajaran yang mengizinkan seorang muslim bertindak seperti itu. Ajaran agama yang saya terima selalu baik dan mulia. Ajaran yang membuat seseorang menjadi manusia yang lebih baik. Larangan, ujian, anjuran, perintah, semua hal yang saya pelajari selama ini memiliki tujuan untuk membuat umat Islam menjadi seseorang yang berakhlak mulia dan menjadi manusia yang bermanfaat.

Perilaku yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dan sahabat-sahabat juga semuanya luar biasa baik dan mulia. Tapi mengapa ada kelompok yang mengatasnamakan diri mereka Islam tapi melakukan kejahatan dan pelanggaran hak asasi manusia seperti ini?

Apakah ada syariat yang tidak saya ketahui? Apakah sebagai Muslim saya gagal mengenal agama saya ini?

Sejak membaca berita tersebut, saya mulai berusaha mencari tahu lebih dalam tentang agama Islam. Saya mulai secara teratur membaca terjemahan Al Qur’an dan mencoba memahaminya. Belum sampai selesai memang, tapi sejauh ini, saya tidak menemukan ayat yang memerintahkan hal itu. Malah saya banyak menemukan perintah untuk berbuat adil dan larangan untuk berbuat kerusakan di Bumi. Tapi mengapa hal seperti ini bisa dilakukan oleh kelompok yang menggunakan syariat Islam sebagai dasar?

*

Saya memandangi ponsel saya. Melihat satu per satu pilihan acara yang disajikan oleh Sydney Writers Festival, sebuah festival untuk para pecinta karya literatur. Sebuah judul menarik perhatian saya, “Your Fatwa Doesn’t Apply Here: Untold Stories from the Fight Against Muslim Fundamentalism”. Saya ingin tahu apa yang dibicarakan. Tapi saya ragu dan takut. Saya takut jika isi seminarnya adalah propaganda yang menyudutkan Islam. Saya tidak siap menjadi tertuduh karena bagaimanapun juga Islam adalah identitas saya. Dengan jilbab, fisik, dan penampilan saya yang berbeda, jika pembicaraan tentang Islam muncul, mau tidak mau, lampu sorot tak kasat mata akan mengarah kepada saya.

Saya bimbang.

Tapi akhirnya rasa penasaran mengalahkan rasa keraguan dan ketidak siapan saya.

Rupanya seminar ini membahas mengenai buku yang ditulis oleh seorang profesor dan aktivis hukum, hak wanita, dan hak asasi manusia bernama Karima Bennoune. Bukunya berisi tentang kisah-kisah perjuangan umat Muslim atau masyarakat dengan latar belakang budaya Islam untuk melawan aksi-aksi terorisme dan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh kelompok-kelompok Islam fundamentalis.

Menurutnya, berita mengenai kejahatan dan terorisme yang dilakukan oleh kelompok Islam fundamentalis (kelompok militan yang mengatas namakan Islam, hukum Islam, dan syariat Islam untuk mencapai tujuan politik dan kekuasaan) terdengar dan bergaung di seluruh dunia. Akibatnya umat Islam selalu dicap sebagai teroris dan kelompok fundamentalis oleh warga internasional. Semua umat Islam adalah teroris. Semua umat Islam penuh kebencian. Semua umat Islam identik dengan kekerasan dan kekejaman.

Padahal, data menunjukkan bahwa hanya 2% warga non-Muslim yang menjadi korban aksi-aksi teror yang dilakukan oleh kelompok Islam fundamentalis. Sedangkan 98% dari korban adalah umat Islam itu sendiri.

Jadi tidak hanya mendapat label teroris dari dunia internasional, tapi sebenarnya korban terorisme terbesar yang dilakukan oleh kelompok Islam fundamentalis ini adalah umat Islam itu sendiri. Miris bukan?

Dalam bukunya, Karima mengumpulkan cerita-cerita dari pejuang-pejuang Muslim atau yang memiliki latar belakang budaya Islam dalam bertahan dan melawan militan Islam fundamentalis di berbagai negara, seperti Pakistan, Aljazair, Mali, Nigeria, Somalia, dan lain sebagainya. Pejuang-pejuang ini mendapat ancaman dan mengalami teror setiap harinya. Ada yang kehilangan anggota keluarga, rekan kerja, bahkan tewas terbunuh. Ketika ditanya mengapa mereka mau mempertaruhkan nyawa untuk membela hak-hak asasi manusia, pejuang-pejuang itu menjawab, jika mereka menyerah, harapan akan hilang.

Saya tidak pernah tahu ada umat Muslim yang berjuang melawan kelompok Islam fundamentalis. Di kepala saya, hukum Islam itu adil. Jika sebuah negara menerapkan hukum Islam, warganya pasti terjamin dengan keadilan. Jika warga tersebut dihukum, itu artinya ia melakukan kesalahan yang membuatnya pantas dihukum.

Tapi apakah menjadi wanita dan ingin menuntut ilmu itu sebuah kesalahan yang pantas dihukum dengan eksekusi? Apakah mengkritik pemerintahan lantas layak dihukum mati? Apakah manusia berhak dibunuh hanya karena memeluk agama selain Islam? Bukankah membunuh saudara sesama Muslim adalah dosa besar? Bukankah pemimpin adalah pemegang amanah rakyat yang berarti harus bersedia menerima kritikan? Bukankah di zaman Rasul, warga non-muslim haknya dihargai dan dilindungi? Dan bukankah bagimu agamamu dan bagiku agamaku?

Saya tidak pernah tahu kalau menjadi Muslim atau menjadi warga negara di negara-negara yang dikuasai oleh kelompok Islam fundamentalis artinya tidak mendapatkan hak asasi yang sama dengan Muslim dan warga dunia yang lain. Saya tidak tahu jika ada umat Muslim yang hidup penuh teror di bawah kekuasaan saudara-saudaranya sesama Muslim. Saya tidak tahu jika umat Muslim di negara-negara tersebut sedang berjuang mempertahankan keadilan dan hak asasi manusia namun tidak digubris oleh dunia internasional.

Karima berkata, “Saat ini semua warga dunia memiliki jaminan terhadap hak asasi manusia, kecuali umat Muslim dan warga dengan latar belakang budaya Islam.”

*

Sepanjang hari kepala saya penuh dengan pertanyaan, hati saya sesak dengan kegelisahan, namun saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Saya buta tentang masalah ini. Saya tidak banyak tahu untuk dapat menyimpulkan atau beropini.

Saya butuh banyak belajar. Saya harus banyak membaca. Saya harus tahu. Saya ingin paham.

Lazim saya dengar opini dari umat Muslim yang menjadikan gerakan ekstrim fundamentalis ini sebagai pembenaran atas diskriminasi, ketidakadilan, dan eksploitasi terhadap umat Muslim oleh dominasi barat. Tapi apakah pembenaran ini sebuah kebenaran?

Tidak jarang juga saya mendengar komentar umat Muslim yang mengatakan gerakan Islam fundamentalis/ekstrimis/radikal itu salah dan tidak Islami. Tapi apakah penyangkalan itu cukup dan dapat menyelesaikan masalah?

Ya Allah, Engkau yang Maha Tahu. Engkau yang Maha Adil. Mohon berikan hamba kemudahan dalam menemukan kebenaran dan tunjukanlah hakikat keadilan bagi umat Muslim dan umat manusia di Bumi-Mu, Ya Allah. Aamiin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun