Mohon tunggu...
Inayatun Najikah
Inayatun Najikah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Lepas, Pecinta Buku

Belajar menulis dan Membaca berbagai hal

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Mengutarakan Isi Hati

27 November 2024   20:55 Diperbarui: 27 November 2024   21:05 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada hal yang membuat saya tiga hari ini merasa tak baik-baik saja. Perasaan cemburu yang sejak tiga hari lalu saya berusaha untuk memendam dan menahannya, nyatanya kemarin menjadi bom waktu buat saya sendiri. Hancur dan sedih yang begitu amat dalam saya rasakan kemarin. Tangis yang sejak pagi saya tahan, malam harinya pecah dengan begitu deras. Saya tak mampu lagi menahan sesak dalam dada ini. Cemburu, sedih, bingung harus berbuat apa, dan kecewa semua melebur menjadi satu.

Pada tulisan ini saya ingin menuangkan semua rasa itu. Semoga dengan begitu, rasa sesak ini sedikit bisa lega. Malam senin lalu saya merasa cemburu. Kamu bilang jika ada tamu dirumah. Lalu saya bertanya apakah orang tuamu menginap dirumah. Kamu bilang tidak, akan tetapi saudara-saudara sedang mampir bertamu. Yang membuat saya cemburu bukan karena kamu melayani mereka dengan penuh rasa gembira, tetapi kau meninggalkan saya lebih dulu tanpa berpamitan disaat komunikasi itu sedang berjalan. 

Bayangkan. Saya menunggu dirimu yang sedang dirimu berbahagia bersama yang lain disana. Saat kamu mengingat saya, tak lama kau pergi tanpa berpamitan. Jujur hati saya sakit. Cemburu melanda perasaan ini secara tiba-tiba. Tetapi saya belajar untuk memahami hal itu. Malam setelah kamu tak ada kabar lagi, saya mencoba menenangkan diri untuk tidak terbawa emosi. Dan pada akhirnya saya pasrahkan hingga terbawa pada mimpi. 

Tentu kamu merasakan jika pagi harinya ucapan saya telah berbeda dari biasanya. Saya bersikap sedikit ketus. Ingin sekali saya menyampaikan apa yang saya rasakan malam itu, namun saya sadar dan perasaan saya pagi itu kamu tengah merasa tidak baik-baik juga. Maka saya urungkan untuk bercerita kepadamu. Selain itu, sore harinya kamu kembali membuat hati saya sakit. Lewat seberang telepon kamu berkata dengan suara agak meninggi. Kamu menyalahkan saya yang tak kunjung pergi pada tempat pertemuan bersama tim lainnya. Dan saat perkumpulan tim itu berlangsung, perasaan cemburu kembali datang ketika teman-teman membicarakan perempuanmu yang lain.

Saya tahu. Tak seharusnya saya cemburu. Dan tak seharusnya saya sedih pada hal-hal yang memang adalah milikmu. Tetapi saya hanyalah perempuan biasa yang tengah jatuh cinta dan berharap menjadi satu-satunya. Maaf karena saya telah melebihi batas dalam mencintaimu. 

Setelah saya berhasil menahan perasaan itu, malamnya malah kembali muncul karena kamu lagi-lagi meninggalkan tanpa berpamitan. Rasa sedih itu kian memuncak saat pagi harinya kamu hanya memberi kabar kata maaf, yang biasanya bisa saling berkomunikasi terlebih dahulu sebelum berangkat kerja. Rasa sedih ditambah perasaan akan dirimu yang tak baik-baik saja malah bercampur jadi satu. Namun saya berusaha untuk terus menahannya.

Saya tidak mau ketika saya bertanya malah membuat dirimu marah seperti yang sudah berlalu. Saya menunggu sesuai instruksimu  jika kamu sedang pada keadaan seperti itu. Saya menunggu tanpa mau mengganggu kesibukanmu. Saya menepi namun berharap juga kamu mencari saya untuk sekadar menyampaikan bahwa dirimu sedang sibuk. Tapi saya salah. Seharian kemarin kamu sama sekali tak menyapa. Bahkan saat saya membuat kode lewat status, kamu hanya menyukai tanpa berkomentar apapun. Ketika hampir setengah hari saya berada didekatmu, kau pun tak menyapa. 

Maaf jika langkah yang saya pilih kemarin salah. Maaf jika menunggu dan tidak menyapamu lebih dulu adalah sebuah kesalahan. Maaf untuk semuanya. 

Selama menunggu kemarin saya mencoba menahan air mata sembari berharap kamu memberi kabar melalui pesan singkat atau apapun itu. Ternyata ekspektasi saya terlalu tinggi. Saya berusaha menjalankan perkataanmu untuk tidak kepo dan tetap menunggu rupanya malah menjadi boomerang untuk saya sendiri. Sesak dalam dada kian menghimpit hingga beberapa kali saya ke kamar mandi untuk meluapkanya agar tidak diketahui teman-teman. 

Saat saya memutuskan untuk pulang terlebih dahulu, kamu malah bertanya apa salah kamu hingga membuat saya diam. Namun apakah kamu tidak merasa bahwa keterdiaman saya adalah untuk menuruti kemauanmu seperti yang kamu sampaikan? 

Saya sempat berfikir bahwa inilah akhir kisah cinta saya. Datang tak diundang, pergi pun tanpa berpamitan. Saya selalu meyakinkan diri untuk bersabar dan optimis akan mampu melepas dirimu. Berkali-kali saya mengatakan kepada diri untuk belajar ikhlas dan menerima kenyataan bahwa kamu akan segera kembali pada perempuan yang telah lebih dahulu mencintai dirimu dibanding saya. 

Berat dan harus dilakukan. Seharian kemarin nyatanya kamu mampu menghendle semuanya tanpa keterlibatan saya sedikitpun. Itu menjadi alasan yang paling mendasar bahwa kamu akan melepaskan saya. Meski beberapa hari yang lalu kamu mengatakan belum sanggup untuk kehilangan saya. Tetapi saya sadar. Keinginan manusia bisa berubah dalam kondisi dan situasi apapun. Termasuk juga dirimu.

Sore harinya saya malah menyaksikan hal yang begitu amat pelik. Hal yang selalu sampaikan kepadamu untuk meninggalkan rasa dendam. Saya tak ingin menjabarkannya. Saya yakin kamu sudah mengetahuinya lewat status yang dibuat teman kita. 

Seperti yang saya sampaikan sebelumnya. Manusia bisa berubah sesuai kondisi dan keadaan sekitar. Namun rupanya hal itu tak berlaku untuk perlakuanmu kepada saya. Atau barangkali saya yang terbuai oleh ucapan dan janji manismu. Saya ingatkan bahwa kamu pernah berjanji untuk mengatakan apapun yang kamu rasakan, meski tak lengkap. Kamu juga sudah sepakat apabila kamu sampai difase itu, kamu akan menyampaikan kalau ada sesuatu. Kamu juga tahu jika hal itu dimaksudkan untuk mengkonfirmasi apa yang saya rasakan saat itu juga. Tetapi lagi-lagi kamu tak menepati janji itu. 

Karena tak dipungkiri dalam beberapa kali kesempatan perasaan yang saya rasakan akan dirimu benar adanya. Dan saya bimbang mana yang harus saya percaya. Perasaan ini atau kenyataan bahwa kamu sudah tak membutuhkan saya lagi? 

Kamu juga membuat saya bingung. Kamu berjanji untuk kita sama-sama menghadapi apapun itu, namun kamu sendiri yang mengingkarinya. Harga diri dan kehormatanmu sebagai laki-laki masih kamu tonjolkan didepan saya. Padahal kamu tahu, bukan itu yang saya inginkan dalam hubungan kita. Jika kamu masih menjunjung tinggi sebuah harga diri, mengapa kamu masih mempertahankan saya yang sudah jelas merusak harga dirimu dihadapan semua orang?

Kamu pasti akan menjawab seperti ini. Kita jalani saja ya, kita patuh terhadap kehendak-Nya. Betapa EGOIS dirimu. Apakah kamu hanya mementingkan dirimu sendiri?

Namun karena saya telah jatuh cinta padamu, maka saya akan mengusahakan cinta saya. Saya akan terus meminta pada Tuhan untuk memberikan yang terbaik. Terlepas sakit hati yang bertubi-tubi terus menghampiri, saya akan memperjuangkan cinta ini meski sendiri. Sampai saya lupa bagaimana rasanya lelah dan bagaimana rasanya cemburu juga sakit hati.

Pada akhirnya hari ini saya telah melewati perasaan-perasaan yang menguras emosi dan air mata selama tiga hari berturut-turut. Saya tak ingin terus mengungkit yang sudah berlalu. Langkah saya hari ini dan seterusnya untuk terus berharap yang terbaik pada cinta ini. Saya mohon maaf atas keterdiaman saya kemarin. Saya benar-benar minta maaf. 

Apapun keputusanmu setelah membaca tulisan ini tentang cinta kita, saya akan tetap mendukungmu. Terimakasih karena hari ini kamu masih mau menghubungi dan memanggil saya dengan sebutan "SAYANG". 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun