Mohon tunggu...
Inayatun Najikah
Inayatun Najikah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Lepas, Pecinta Buku

Belajar menulis dan Membaca berbagai hal

Selanjutnya

Tutup

Diary

Habis Rindu Terbitlah Bahagia

23 Oktober 2024   21:41 Diperbarui: 23 Oktober 2024   21:56 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Habis gelap terbitlah terang. Sebuah kalimat yang identik dengan Pahlawan Perempuan Indonesia, Ibu Kartini. Semboyan untuk menggambarkan perjuangan beliau tentang emansipasi perempuan. Memperjuangankan hak-hak perempuan untuk mendapatkan kedudukan yang setara dengan laki-laki. Saya meminjam kalimat itu untuk menyatakan apa yang saya rasakan saat ini. Bukan sebagai bentuk perlawanan dan perjuangan seperti Ibu Kartini, namun lebih untuk mengungkapkan rasa bahagia setelah sepekan berkutat dengan kegiatan yang begitu menguras tenaga dan emosi.

Selain padatnya kegiatan yang ada, selama sepekan kemarin kekasih saya mendapat tugas keluar kota untuk berdiskusi dan berkonsolidasi dengan teman-temannya. Waktu yang biasanya saya habiskan bersamanya sepekan kemarin banyak yang kosong. Kami saling sibuk dengan agenda dan kegiatan masing-masing.

Selayaknya sepasang kekasih pada umumnya, kami juga saling merindu pada pelukan dan cerita yang dibawa untuk disampaikan. Saya memberinya waktu untuk menyelesaikan tugasnya terlebih dahulu, yang kemudian ia kumpulkan untuk menjadi rangkaian cerita. Jarak dan waktu yang memisahkan kita, nyatanya mampu memantik emosi saat kita tak saling berkomunikasi dan saling pengertian. Seperti kejadian waktu itu saat dia tengah berada dikota Atlas, dia sempat naik pitam karena keadaan.

Jujur ketika sudah mendengar nada bicaramu yang meninggi, saya menjadi takut sayang. Untuk itu lebih baik saya diam dan membiarkan dirimu menyadari emosi itu. Dan benar saja, setelah kita saling berkomunikasi dan membicarakannya dengan kepala dingin, akhirnya emosi itu bisa redam dan kita saling memaafkan.

Menjalin asmara denganmu adalah proses saya belajar menahan diri. Menahan untuk tidak mengedepankan ego dan lebih bisa sadar apa adanya. Emosi, marah, lalu kembali bahagia adalah bumbu dalam asmara kita. Saya selalu mengingat dengan kata-katamu. Selagi kita masih diberi kesempatan, berikanlah yang terbaik dan penuh kebahagiaan.

Kita sama-sama tahu bahwa hubungan ini ujungnya hanyalah Tuhan yang mengetahui. Kita tak bisa melewati atau menerobos batas yang ada. Namun kita bisa saling berbagi cinta dan bahagia dengan sederhana, yang mana itu dapat tertular pada sekitar. Cinta dan bahagia dimana hanya kita yang merasakannya. Seperti katamu juga, kita ini hanyalah sebuah wayang yang dituntun oleh dalangnya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun