Mohon tunggu...
Inayatun Najikah
Inayatun Najikah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Lepas, Pecinta Buku

Belajar menulis dan Membaca berbagai hal

Selanjutnya

Tutup

Diary

Berbeda dalam Cinta

11 September 2024   13:01 Diperbarui: 11 September 2024   13:03 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari yang lalu saya sadar bahwa hari ini adalah rutinitas sebulan sekali membeli jajanan pasar dalam rangka bersyukur kepada Tuhan atas segala hal yang telah diberikan untuk kekasih saya. Bertepatan juga sekarang masuk bulan kelahiran kekasihnya Tuhan, dimana setiap malam terkumandangkan sholawat untuk-Nya.

Sebagai kegiatan rutin yang telah saya jalani hampir 3 tahun terakhir ini, kiranya momen itu saya alihkan untuk membelikan jajanan kepada orang-orang yang mengisi sholawat di mushola dekat dengan rumah. Niatnya sama seperti sebelumnya, semoga kekasih saya senantiasa diberikan kesehatan serta kebahagiaan lahir dan batin. Lantas kemarin saya bercerita kepadanya tentang hal itu dan ia menyetujuinya.

Hidup ini memang bukan hanya tentang kebahagiaan dan canda tawa saja. Saya kira hari ini bisa berbahagia seperti biasanya, ternyata tidak. Pagi tadi saya merasa ada sesuatu yang ia sembunyikan. Namun dia berkata tidak. Saya mempercayainya dan tidak meladeni apa yang saya rasakan. Tak sampai disitu. Ternyata saat kita bertemu dan berbicara, tampaknya dia melupakan sesuatu yang akhirnya  membuat saya sedih dan dada rasanya begitu sesak.

Padahal dua hari lalu dia berkata jika tak ingin melihat saya sedih. Apalah ternyata dugaan saya benar. Dia berkata seperti itu hanya untuk memperdaya. Saya selalu berusaha untuk mempercayainya tetapi dibuat ragu dengan sikapnya. Dari sejak kami menjalin kasih, selalu saja terulang. Bukankah seharusnya saya yang perlu menyadari bahwa kehadiran saya memang hanya sementara? Ini cinta yang teramat dalam atau sebuah kebodohan? 

Mengapa juga saya merisaukan hal ini. Jika kehadiran saya hanya sebagai bahan mainannya, itu adalah haknya. Bukankah saya mencintainya lebih dari itu semua? Cinta yang terlewat tulus memang menyakitkan saat tahu orang yang kita cintai sedang berulah.

Saya paling tidak suka sesuatu yang serius tetapi malah dibercandakan. Bagi saya bercanda dan serius ada tempatnya masing-masing. Tapi bagi dia yang sering melontarkan kalimat candaan saat sedang serius adalah hal biasa. Dan inilah perbedaan diantara kami. Itu hanya salah satunya. Selebihnya masih banyak.

Cinta itu adalah sesuatu yang indah, kata kebanyakan orang. Ketika sudah jatuh cinta, berarti telah siap untuk sakit hati. Itu sudah tidak terbantahkan. Tinggal ego atau perasaan cinta yang diutamakan. Semua punya konsekuensi masing-masing.

Pada akhirnya saya menghukum cinta ini dengan enggan berkomunikasi untuk sementara waktu. Saya hanya butuh menenangkan diri untuk menerima kenyataan yang tidak sesuai dalam bayangan. Selain itu, juga untuk merenungi bahwa kekasih saya adalah seorang manusia. Seorang laki-laki biasa dengan segala kekurangannya.

Saya memang mencintainya. Dan bukan hak saya untuk memaksa dirinya juga mencintai saya. Karena tanpa saya pun, dia telah memiliki cinta yang telah membuatnya bahagia. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun