Gambar diatas tampaknya sangat cocok mewakili apa yang kita rasakan kemarin. Kamu yang tiba-tiba penuh dengan emosi, dan saya merasakan efek itu dengan tiba-tiba ingin menangis tanpa sebab. Dan saat saya merasakan hal itu saya mencoba mendekatimu tetapi sama sekali kau tak memperdulikan keberadaan saya. Saya mencoba menunggu tetapi hati rasanya sudah ingin ditumpahkan.
Beberapa menit kemudian saya masih terus berharap akan mendapat perhatian darimu. Tetapi nyatanya saya salah. Kau sama sekali tak peduli. Bahkan untuk sekadar bertanya "kamu kenapa" saja tidak. Begitu banyak pertanyaan yang ada dibenak saya saat itu. Hingga pada akhirnya saya memutuskan pergi ke suatu tempat untuk menumpahkan sesak dalam dada.
Saya menangis sejadi-jadinya dikamar mandi. Tempat ini menjadi salah satu tempat favorit disaat saya ingin melepas tangisan agar orang lain tak mengetahui. Setelah beberapa menit berada disana, saya memutuskan untuk kembali keruangan berharap rasa sesak ini telah pergi. Namun saya salah. Saya tak bisa menghilangkan perasaan ini. Lantas saya mencoba membuka komputer mencari hiburan, dan akhirnya saya memutuskan untuk keluar menghirup udara. Kebetulan juga ada pesan masuk dari tetangga meminta tolong untuk dibelikan barang.
Sejak dulu saya paling suka jika berkeliling kota naik motor meski tanpa tujuan yang jelas. Ada perasan tenang setelah melakukan itu semua. Dan hal ini kembali terbukti. Saat saya kembali, perasaan sesak itu tak lagi saya jumpai. Saya telah berhasil memeluknya tanpa memaksa dia untuk segera pergi. Itulah perasaan. Kita hanya butuh menerima tanpa mendorong dan memaksanya pergi sebab kita tak menginginkan kehadirannya. Karena yang harus kita ingat adalah dimana ada kebahagiaan disana juga pasti ada kesedihan. Begitu sebaliknya.
Setelah saya tiba, rasanya tangan dan mulut ingin mengungkapkan apa yang dirasakan. Tapi saya ingat pesan Dr. Aisyah. Percuma saja melakukannya. Karena hal itu malah akan menguras emosi dan tenaga kita. Karena ada hal yang lebih elegan untuk kita lakukan disaat kondisi batin sedang seperti itu. Baca istighfar lalu minta pada Tuhan apa yang kita inginkan. Dan benar tak lama saya mengirim pesan kepada kekasih tiga kata "I hate you". Dia bertanya apa artinya. Saya jawab "saya benci kamu".
Dia tampaknya kaget lalu hanya menanggapi dengan "ya sudah". Tanpa ada embel-embel sayang, cinta, atau kekasihku seperti biasanya. Barangkali dia marah. Tiba-tiba saya merasa bahwa apa yang saya rasakan tadi berkaitan dengan dirinya. Maka saya berusaha menemuinya dengan membawakan air minum dingin untuk meredakan amarahnya. Awalnya saya berpikir seperti itu. Lalu saat saya meletakkan minuman itu dan hendak pergi, dia berkata "I love you" dengan nada suara yang berat.
Perasaan cinta ini saya unggulkan. Dan pada akhirnya saya memeluknya begitu erat. Saat pelukan itu terjadi, saya semakin yakin bahwa telah terjadi sesuatu dengan dirinya hingga menyebabkan ia begitu jengkel dan marah. Saya mencoba memberikan kepercayaan padanya melalui suara batin. Hingga akhirnya dia bercerita semua yang tengah ia hadapi. Akar dari semua hal yang saya dan dirinya rasakan.
Saya tetap memeluknya sambil mendengarkan ia bercerita banyak hal. Selain karena saya mendapat kenyamanan disana, saya juga suka menghirup aroma parfum ditubuhnya. Dan setelah cerita tersampaikan, saya melihat ada pelangi dalam rona wajahnya. Yang awalnya mendung, kemudian berubah menjadi cerah.
Terimakasih sayang sudah berkenan bercerita segalanya. Hal yang harus kamu ingat bahwa kamu tidak sendiri. Kamu telah memiliki saya sebagai teman bercerita, bercinta, dan bekerja sama bahagia. Meski raga kita selalu berjarak, namun percayalah hati kita telah menyatu. Dan saya percaya semua berkat campur tangan semesta. Sayang, tolong jangan diulangi lagi. Mengapa kita harus saling menyiksa apabila kita saling melengkapi? Saya mencintai dirimu wahai lelakiku.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H