Sebenarnya tulisan ini sudah ada sejak hari jumat lalu bertepatan hari ibu. Namun karena kesibukan yang banyak, ia hanya mengendap di catatan saja. Dan rasanya tak lengkap jika hanya saya sendiri yang menikmati. Maka saya ingin berbagi pandangan terhadap peringatan hari ibu tersebut. Selamat membaca.Â
Seperti biasa, setiap tanggal 22 desember selalu banyak bermunculan foto ibu-ibu diberbagai media sosial. Baik status whatsapp, cuitan twitter, postingan dan cerita instagram, beranda dan cerita facebook, dan diberbagai banyak media sosial lainnya. Selain menampilkan foto, beberapa orang yang tengah mengekspresikan euforia hari ibu  tersebut ada yang membuat kata-kata romantis, video kebersamaan, dan hal-hal semacamnya.
Mengutip dari wikipedia.com hari ibu dirayakan setiap tanggal 22 desember dan telah ditetapkan sebagai perayaan nasional di negara Indonesia. Adapun di Amerika dan lebih dari 75 negara lainnya, hari ibu dirayakan pada ahad kedua bulan mei. Hal ini merupakan perayaan terhadap peran ibu dalam keluarga. Biasanya dilakukan dengan membebastugaskan ibu dari pekerjaan domestik yang "dianggap" sebagai kewajibannya yaitu memasak, merawat anak dan urusan rumah lainnya.Â
Di Indonesia hari ibu diresmikan oleh Presiden Soekarno melalui keputusan presiden Republik Indonesia No. 316 Tahun 1959 bertepatan pada ulang tahun ke-25 Kongres Perempuan Indonesia tahun 1928. Hal tersebut sebagai upaya merayakan semangat perempuan Indonesia dan untuk meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara.Â
Hari ini beranda media sosial kita telah penuh oleh ungkapan cinta kasih anak-anak kepada ibu mereka. Tak hanya kaum anak-anak, tim bapak-bapak juga tak mau kalah ikut andil merayakan hari ibu untuk istrinya. Semua tampak antusias dan gembira. Ada yang mendoakan semoga ibunya panjang umur, ada yang memberi sebuah hadiah, dan ada pula yang membagikan momen kebersamaan baik foto maupun video dengan ibu tercinta.Â
Namun ada satu postingan yang menurut saya cukup menggelitik. Seorang teman membuat status whatsapp seperti ini,Â
"pengen nggawe ucapan hari ibu, tapi aku nek diprentah ijeh mbantah" (Ingin membuat ucapan hari ibu, tapi saya kalau dikasih perintah suka membantah)Â
Saya membaca status tersebut ingin ketawa tetapi juga merenung. Sebab apa yang disampaikan teman saya ini tak sepenuhnya salah, meskipun tampaknya berbeda dari yang lain. Barangkali itulah bentuk ekspresinya sebagai bagian keikutsertaan merayakan hari ibu pada tahun ini.Â
Banyaknya bentuk apresiasi dan ekspresi perayaan hari ibu tahun ini yang berseliweran di media sosial membuat saya bahagia. Tetapi bagi saya bentuk ekspresi merayakan hari ibu adalah dengan tetap menganggap ibu sebagai seorang perempuan yang merdeka. Tak membebaninya dalam hal urusan domestik. Ibu kita berhak untuk memilih apapun yang membuat dirinya bahagia. Tanpa paksaan dan intervensi dari pihak manapun termasuk suaminya. Membebastugaskan pekerjaan yang "dianggap" sebagai kewajibannya adalah sesuatu yang keliru. Jika hanya dilakukan pada hari ini. Karena setiap pasangan baik laki-laki maupun perempuan yang telah memutuskan untuk berumahtangga, mereka sama-sama bertanggungjawab atas kehidupannya.
Semoga bentuk cinta kasih yang didapatkan para ibu hari ini akan berlangsung pada hari-hari berikutnya. Tak hanya berhenti pada momentum tahunan dan dirayakan hanya melalui dunia maya. Berikanlah kemerdekaan untuk setiap ibu agar tetap sadar dan bahagia. Maka sudah sepatutnya kita berbakti dan berkesalingan untuk menciptakan kondusifitas dilingkungan keluarga. Ingat kata Bang Haji Rhoma Irama. Doa ibu adalah keramat terampuh di dunia. Maka buatlah ibu kita bahagia hari ini, esok, dan selamanya.Â