Beberapa hari ini setelah perselisihan kita yang teramat pelik, saya kembali menyadari sesuatu. Entah apa yang saya rasakan ini hanyalah sebuah asumsi yang keliru atau justru malah sebaliknya, saya tak tahu. Sebab jawabannya ada pada dirimu. Jika saya salah menafsirkan, tolong maafkan saya sebagaimana kau selalu memaafkan kesalahan saya bahkan sebelum saya minta maaf sekalipun.
Saya masih ingat tentang janji yang pernah kau sampaikan. Bahwa kau akan memberikan kebahagiaan untuk saya meski hanya sederhana. Namun mengapa disisi yang lain kau ingin saya pergi dengan kebahagiaan yang baru? Apa kau tak sungguh-sungguh dengan cinta yang selalu kau ucapkan itu sayang? Jika pada akhirnya nanti kau tetap menginginkan saya pergi, lantas untuk apa kau mempertahankan cinta kita hingga detik ini?
Kau pasti akan berpikir bahwa saya lah yang selalu ingin mengakhiri kisah kita. Itu benar. Karena saya tahu tak seharusnya berada disisimu. Saya hanya ingin kau kembali pada jalan yang benar. Apakah saya salah? Apakah saya egois? Saya kira tak. Namun setelah kejadian sepekan lalu, saya sadar bahwa cinta tak bisa dipaksakan. Entah kedatangannya atau berakhirnya.
Tentu saya juga tahu bahwa segala apa yang terjadi antara kita pasti berkat campur tangan Tuhan. Tuhan sedang menguji diri kita. Namun jujur saya masih sangat berharap cinta kita akan bermuara pada sebuah ikatan yang suci meskipun itu terjadi pada kehidupan selanjutnya nanti. Tapi ternyata harapan saya terlalu tinggi. Kau tak menginginkannya. Lantas saya bisa apa jika pada akhirnya cinta ini hanya akan saya peluk sendirian.
Namanya perselisihan tentu ada dua dampak yang menjadi akibatnya. Begitu pula yang terjadi pada saya setelah berselisih denganmu. Disatu sisi saya telah melanggar janji yang pernah kita sepakati bersama. Bahwa cinta antara kita hanya kita dan Tuhan yang mengetahui. Namun karena keegoisan saya, kini ibumu juga telah mengetahuinya. Maafkanlah saya sayang.
Sisi kedua, saya akhirnya menerima keadaan yang seperti ini. Saya mencintai kamu dengan jalan yang berbeda. Saya lebih menyadari bahagia dan sedih, hanyalah seperlunya. Saya belajar ikhlas lebih dalam lagi. Seperti yang pernah kau sampaikan kepada saya, untuk berjalan pelan-pelan menyemai cinta kita. Saya pun akan belajar untuk mengimbangi langkah yang kau ambil. Bukankah yang namanya pasangan itu mesti berkesalingan?
Sayang, satu hal yang harus kau tahu. Awalnya saya kira hanya perasaan sesaat namun saat kau mau bercerita, apa yang saya rasakan benar adanya. Saya tak tahu bagaimana ini bisa terjadi. Tentu Tuhan yang telah memberikan rasa kepekaan kepada saya terhadap apa yang sedang kau alami. Maka, saya selalu meminta kepadamu apapun yang kamu rasakan, berbagilah bersama saya.
Saya tahu ini tak akan mudah. Sebab telah menjadi kebiasaan dirimu selalu sendiri sejak kecil. Kau menyelesaikan ini dan itu sendirian bahkan tak hanya satu orang yang meremehkannya. Kau berjuang amat keras hingga sampai dititik ini. Saya tahu tak seharusnya saya meminta kepadamu untuk membagikan apapun yang kau rasakan. Untuk itu maafkanlah saya.
Tetapi, bukankah kau sendiri pula yang mengatakan untuk menjalani cinta ini pelan-pelan. Maka meski pada akhirnya nanti kau menginginkan saya pergi, untuk saat ini izinkanlah saya menjadi kekasih yang baik untukmu. Kita jalani cinta ini sebagaimana pasangan pada umumnya walau hanya sebentar saja. Saya mencintaimu tanpa alasan apapun. Saya bahagia saat berada didekatmu. I love you more sayang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H