Nampaknya saya telah salah memahami. Kau hanya menganggap saya sebagai alat permainanmu. Sebagai alat candaanmu. Keberadaan saya tak sepenuhnya berarti dalam hidupmu. Lalu, cinta yang seringkali kau ucapkan kepada saya itu cinta yang seperti apa sayang? Ataukah hanya sebatas dibibir saja. Tolong katakan. Agar saya tak kembali mengulangi kesalahan, dan saya tahu bagaimana sebaiknya saya bersikap.
Saya tahu, saya hanya sebagai peran pembantu dalam cerita yang tengah kau bangun. Maafkan saya yang terkadang lupa bahwa saya hanya memerankan sebagai pembantu bukan pemeran utama. Maafkan sikap saya yang telah berlebihan. Maafkan sikap saya yang terlalu percaya diri dan terlalu berharap lebih. Tolong maafkanlah saya.
Hujan malam ini menjadi teman saya dalam menyusun kata demi kata yang tengah saya terjemahkan dari apa yang saya rasakan saat ini. Tentang kesalahan saya yang telah melewati batas dan tentang cinta kita. Cinta yang kau sendiri meminta kepada saya untuk mempertahankannya. Meski saya tahu tak ada kepastian didalamnya. Namun bukankah setiap hamba tak pernah mendapatkan kepastian akan sesuatu hal dari Tuhannya. Meskipun ada beberapa yang mendapat pengecualian.
Sayang, jujur saya menangis saat penantian saya sore itu kau bilang hanya sebuah candaan. Apakah kau sedang lupa bahwa kau yang sedari awal meyakinkan saya bahwa cinta yang seringkali kau utarakan adalah benar adanya. Kau selalu meyakinkan saya dalam hal apapun, termasuk untuk bertahan atas nama cinta kita. Namun mengapa sore itu kau mengatakan bahwa itu hanya sebuah candaan? Apa kerinduan dan penantian saya mulai sekarang sudah tak ada artinya?
Saya tahu bukan hanya saya yang mengisi ruang hatimu. Barangkali posisi saya hanya sepuluh dari seratus persen ruang yang ada dihatimu. Tetapi, sejak awal kita menjalin cinta kau yang dengan sungguh-sungguh meyakinkan kepada saya bahwa cinta yang kau katakan itu benarlah adanya. Apakah yang saya rasakan dahulu terbukti sekarang? Ternyata kau hanya menganggap saya sebagai objek yang harus siap sedia saat kau butuhkan saja.
Saya boleh bertanya, apakah setelah kau berhasil menaklukkan saya, lantas kau akan pergi meninggalkan saya dalam kesendirian? Apakah usaha-usahamu meyakinkan saya selama ini hanya sebagai bentuk pembuktian, sama seperti yang waktu itu kau ucapkan saat pertama kali kita telah berciuman?
Jika benar begitu, maka saya pun akan membuat defense dari semua rayuan yang kau katakan. Saya akan mencoba membuat tameng sebagai alat perlindungan diri agar tak mudah rapuh dan luluh begitu saja. Terima kasih karena penantian saya yang hanya kau jadikan candaan tersebut telah menyadarkan saya tentang siapa saya dan dimana posisi saya.
Dengan kejadian ini cinta saya terhadapmu tak begitu saja langsung hilang. Saya tetap mencintaimu sayang. Jika memang candaan-candaan itu bisa membuatmu bahagia, ya sudah tak masalah. Bagi saya yang terpenting adalah kebahagiaanmu. Saya akan belajar menerima kenyataan ini. Belajar merangkul emosi dan perasaan yang membuat saya tak nyaman dengan ya sudahlah tak apa.
Saya tahu satu kesalahan begitu mudahnya menghapus seribu kebaikan. Kesalahanmu sore itu hampir saja membuat saya melupakan semua hal indah dan kebahagiaan yang telah kita renda selama ini. Maaf saya hanya perempuan biasa sayang. Yang belum bisa berpikir jernih sebab adanya sebuah cinta. Saya akan tetap bertahan atas nama cinta yang saya rasakan ini. Terimakasih sayang. Saya akan tetap mencintaimu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H