Maafkan saya sayang. Saya tak peka terhadap kode yang kau berikan waktu itu. Saya lebih fokus mengambil gambar orang lain dan mengesampingkan dirimu. Jujur saya tak ada maksud demikian. Saya hanya merasa takut, jika saya terlalu memperhatikanmu itu akan berdampak pada hubungan kita seperti yang lalu. Saya tak mau itu terjadi.
Terimakasih sudah mau jujur dan mengatakan semua yang kau rasakan. Cemburumu, kecewamu, kejengkelanmu dan lain-lain. Saya memahami apa yang kau rasakan. Tapi bagaimana lagi, hal itu telah terjadi kan, dan saya memang mengesampingkan dirimu waktu itu.
Jujur saat kau mengatakan semuanya, ada perasaan menyesal dalam diri saya. Mengapa saya tak memahami kode yang kau berikan. Andaikan saya dapat memahami, sudah tentu kebersamaan kita akan terabadi dalam sebuah gambar. Maafkan saya sayang. Saya telah membuatmu kecewa.
Saya mendengarkan keluh kesahmu dengan seksama. Lalu kemudian saya berfikir bagaimana caranya mengembalikan perasaanmu yang kacau itu menjadi lebih baik. Karena kebahagiaanmu lah yang menjadi hal terpenting saat itu. Saya tak mau jika perasaan kecewamu berdampak pada lainnya. Karena berdasarkan yang sudah terjadi, kau pasti akan langsung diam seribu bahasa dan memilih untuk menyendiri.
Dan apa yang kau katakan memang benar. Bahwa saya adalah perempuan yang masa bodoh, cuek, dan sebangsanya. Tak memahami bahasa kode dari lawan jenis. Namun karena kesabaranmu, ketekunanmu mendekati saya, hati saya luluh dan memutuskan berlabuh kepadamu. Meski saya tau keputusan ini akan selalu disertai dengan kesedihan dan air mata.
Terimakasih sayang telah berkenan mencintai saya dengan sederhana. Izinkan saya selalu mencintaimu dan membuatmu bahagia. Jika mengutip salah satu puisi Sapardi Djoko Damono saya rasa sangat pas untuk menggambarkan cintamu.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana