Mohon tunggu...
Ina Listiana
Ina Listiana Mohon Tunggu... Apoteker - Mahasiswa program Doktoral Universitas Ahmad Dahlan

saya suka menulis, membaca, menonton dan travelling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Human Genome Editing dalam Perspektif Teknologi Kesehatan Versus Agama, Sebuah Keteguhan Pemikiran" Manusia adalah Ciptaan Tuhan yang Paling Sempurna"

4 November 2024   14:52 Diperbarui: 4 November 2024   15:20 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Human Genome Editing dalam Perspektif Teknologi Kesehatan Versus Agama

Sebuah Keteguhan pemikiran bahwa "Manusia adalah ciptaan Tuhan yang Paling Sempurna"

"Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun, dan demi bukit Sinai, dan demi kota (Mekah) ini yang aman, sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya" (QS. At-Tin: 1-4)

Ayat ini menyatakan bahwa Allah telah menciptakan manusia dengan cara yang paling sempurna dan indah. Jenis tubuh manusia yang paling ideal di dunia ini adalah yang dimaksud dengan ciptaan Allah yang paling indah. Karena keseimbangan yang luar biasa antara bentuk dan parasnya, yang sangat menawan. Tidak ada ciptaan lain yang tidak sempurna hanya karena manusia adalah ciptaan yang sempurna. Ketika Allah SWT menciptakan makhlukNya yang lain, Dia benar-benar melakukannya dengan sempurna. Berbeda dengan malaikat dan binatang, manusia adalah bagian lain dari kesempurnaan Allah SWT. Ketika Allah menciptakan malaikat, Dia memberi mereka akal tanpa nafsu, sementara binatang memiliki nafsu tetapi akal. Oleh karena itu, Allah SWT memberi manusia keduanya. Desain manusia dari sisi keindahan lahiriah dari ujung kaki hingga ujung rambut Tuhan sudah sedemikian menciptakan dengan sempurna, bukan semata cantik dan tidak cantik, ganteng dan tidak ganteng, kita akan melihat lebih ke dalam satuan terkecil dari penyusun tubuh kita.

Kita mengenal gen, beberapa bagian DNA kita (manusia) ada sekitar 20.000 gen "pengkode" yang berisi informasi untuk membangun protein, yang merupakan bagian penting dari tubuh kita untuk tumbuh dan berkembang. Genom manusia adalah set lengkap sekuens asam nukleat yang tersimpan dalam DNA di masing-masing dari 24 kromosom yang berbeda di inti sel. Pada tahun1970--an rekayasa genetika berkembang pesat tanpa terduga. Praktek-praktekpenelitian  berbasis gen telah secara universal dilakukan oleh banyak Peneliti di dunia, hingga pada tahun 1974 terdapat larangan eksperimen rekayasa genetika karena meskipun kemajuan sains ini sangat menguntungkan, National Academy of Sciences telah menyadari risiko etika dari eksperimen penyambungan DNA baru-baru ini. Pada tahun 1974, mereka mengusulkan penundaan sementara semua tes rekayasa genetika.  Pada bulan Februari 1975, pelopor DNA rekombinan Paul Berg menyelenggarakan Konferensi Asilomar, yang dihadiri oleh lebih dari 100 ilmuwan di bidang tersebut. Banyak ide etika tentang eksperimen genetika dikembangkan dan disetujui di konferensi ini. Ide-ide ini masih diterapkan dalam rekayasa genetika kontemporer.

Perjalanan panjang sejarah rekayasa genetika memperlihatkan fenomena pada kita bahwa Maha kuasa Allah SWT dengan keluasan ilmunya membuat manusia menjadi mahluk berakal yang berhasil mengungkap sebagian rahasia alam semesta (penciptaan manusia).Seperti yang tertuang di dalam al-qur'an [Surat Al-Kahfi (18): 109] : Katakanlah (Muhammad), "Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, maka pasti habislah lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)."  Memahami ayat al-qur'an di atas rasanya perlu kita menyadari bahwa ada batasan manuasia dalam mencari kebenaran akan sunatullah/ ilmu Allah.

Pada tahun 2015 terdapat percobaan embrio manusia diedit dengan CRISPR (Clustered Regularly Interspaced Palindromic Repeats) yang digunakan untuk menyunting embrio manusia oleh Junjiu Huang di Universitas Sun Yat-Sen di Guangzhou. Awalnya ditolak oleh jurnal sains barat karena tidak mengikuti aturan etika sains, namun kemudian dipublikasikan dengan cara lain. Karena Huang telah mengubah sel-sel garis keturunan yang memengaruhi keturunan, eksperimennya yang bertujuan untuk memperbaiki kesalahan gen yang menyebabkan penyakit darah tidak dianggap etis, dan langsung menjadi kontroversi. Ini terjadi tiga tahun sebelum uji coba manusia untuk CRISPR secara resmi disetujui oleh badan pengatur mana pun. Beberapa rekayasa genetika juga dilakukan untuk tujuan aestetika (merubah bentuk, merubah tampilan, merubah susunan) dianggap menjadi sesuatu yang melawan sunatullah, berbeda jia teknologi rekayas itu dilakukan untuk tujian kemaslahatan/ kebaikan/ kemaslahatan ummat. Beberapa teknologi rekayasa genetika yang bermanfaat di bidang kesehatan adalah terapi obat bertarget gen pertama disetujui pada tahun 2001. Terapi gen tertarget sebagai obat antikanker untuk mengobati leukemia mielogenus kronis, merupakan kemajuan besar dalam sejarah terapi gen dan metode inovatif untuk memulai tahun 2000-an. Sampai saat ini, obat yang disebut Glivec, atau imatinib, masih digunakan sebagai pengobatan kanker.

Sunnatullah juga disebutkan dalam Al-Quran surat Al-Ahzab ayat 62 : "Sebagai sunnah Allah yang (berlaku juga) bagi orang-orang yang telah terdahulu sebelum(mu), dan engkau tidak akan mendapati perubahan pada sunnah Allah."  Keluasan ilmu Allah untuk bisa dipelajari manusia dibatasi oleh sunatullah, batas tegas yang tidak boleh dilampaui manusia. Jika diaplikasikan di dunia sains hal ini menjadi dasar bagimana pengembangan ilmu pengetahuan itu dibatasi etika pengetahuan/pengembangan ilmu pengetahuan. Ancaman Allah jelas adanya tentang bagaimana hukuman untuk manusia yg melawan sunatullah adalah 'kebinasaan" dan "kehancuran".

Kesimpulan tentang Pandangan terakhir dari Penulis tentang rekayasa genetika yang dilakukan secara masif di akhir dekade ini adalah bahwa dalam tatanan agama yang berpegang teguh pada sunatullah dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Segala teknologi rekayasa genetik itu hendaknya dibatasi pada sejauh mana memberikan rahmat kebaikan bagi masyarakat, menyelamatkan kehidupan ummat dan memperbaiki fungsi tubuh dalam sudut pandang penyakit/ gangguan kesehatan .

Oleh : Ina Listiana, M.Farm, Apt.

Mahasiswa Doktoral Farmasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun