saya,adik dan ibu pertengahan januari lalu saya pulang kampung ke pariaman untuk menghadiri pesta pernikahan adik saya . seperti pesta pernikahan saya, pesta adik saya juga meriah.dan seperti saya juga adik saya akan dibawa oleh suaminya ke kampungnya yang berjarak perjalanan 3-4 jam dari tempat kami. beberapa hari setelah pesta dan adik saya harus bersiap-siap ikut bersama suaminya, amak atau ibu saya mulai merasa kehilangan. sambil membersihkan sisa-sisa pesta amak mengatakan entah kapan ia bisa mengunjungi anak perempuannya. saya sendiri sekarang berdomilisi di kota lain dan untuk mencapainya harus menggunakan pesawat.sedangkan adik saya memang masih satu provinsi tapi lain kabupaten dan perjalanan ke sana memakan waktu yang tidak sebentar. Saya bisa merasakan kesedihan amak, karena anak perempuan di minang sebahagian besar tetap tinggal di rumah orang tua atau di kampung saat sudah menikah.Artinya sang suami yang ikut tinggal dengannya. Tapi, mungkin sudah takdir di keluarga saya, kami mendapat jodoh di luar daerah. Tapi, itulah hidup saat kita harus memilih untuk masa depan kadang kita harus meninggalkan keluarga, orang tua dan adik-adik. Hidup merantau bersama suami, merasakan suka duka bersama dan merasakan sensasi saat kangen pada keluarga. Sekarang mungkin ibu yang harus kehilangan anak perempuannya karena ikut suami, dan suatu saat saya mungkin harus mengalaminya. Tapi, kembali lagi itulah hidup yang harus tetap dijalani dengan segala resikonya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H