Setelah Indonesia selama tiga tahun diperintahkan oleh pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri (2001-2004), putri dari almarhum Soekarno, waktunya tiba untuk pemilihan parlemen dan presiden baru di Indonesia, perekonomian terbesar di Asia Tenggara dan kepulauan terbesar di dunia. Namun, baik Megawati maupun partai PDI-P kehilangan sebagian besar dukungan rakyat menjelang pemilu 2004 dan karena itu banyak yang yakin Megawati akan keluar dari istana presiden setelah pemilu. Memang mereka benar. Selama dekade berikutnya Indonesia akan di bawah kepemimpian presiden baru yaitu mantan jenderal tentara Susilo Bambang Yudhoyono.
Pemilihan Umum 2004
Pemilu Legislatif
Pada bulan April tahun 2004, sekitar 84 persen dari pemilih Indonesia (atau sekitar 113.5 juta orang) memberikan suara mereka untuk pemilihan legislatif nasional. Kontras dengan Pemilu tahun 1999, kali ini Indonesia bisa memilih kandidat tertentu dari partai yang membawa elemen yang lebih personal dalam pemilihan ini.
Dalam pemilihan ini, dua partai terbesar dari pemilu sebelumnya, yaitu PDI-P beserta Golkar, kehilangan mayoritas mutlak mereka. PDI-P jatuh - sesuai dengan dugaan - dari 34 persen menjadi 19 persen karena rakyat Indonesia tidak puas dengan kinerja Megawati sebagai presiden. Dia tampaknya kurang memiliki visi dan kepemimpinan, sementara korupsi dalam partainya tumbuh. Golkar, yang telah terbukti mampu bertahan tanpa dukungan dari Suharto dan TNI, mempertahankan bagian suaranya (22 persen), meski Golkar mengharapkan untuk mendapat lebih banyak suara.
Namun dua pendatang baru, keduanya tidak ikut dalam pemilu 1999, menarik perhatian. Yang pertama adakah Partai Keadilan Sejahtera (PKS), partai yang menempatkan penekanan besar pada peran Islam dalam kehidupan publik. Partai ini menerima tujuh persen suara dalam Pemilu 2004. Yang kedua adalah Partai Demokrat (PD). Partai ini adalah kendaraan politik Susilo Bambang Yudhoyono (sering disebut sebagai SBY), Menteri Koordinator Politik dan Keamanan dalam kabinet Megawati. Yudhoyono berharap untuk menjadi wakil presiden pada tahun 2001 namun kalah dengan Hamzah Haz.
Memiliki aspirasi politik pribadi yang tinggi dan didukung sekelompok kecil intelektual di sekelilingnya (yang mendirikan PD terutama untuk dia), Yudhoyono tampaknya menjadi calon presiden yang kuat untuk Pemilu 2004. Hal ini mengusik Megawati dan menyebabkan keretakan di antara keduanya. Pada awal 2004, Yudhoyono meninggalkan kabinet Megawati, keputusan yang sebenarnya membuatnya bahkan lebih populer. PD menerima lebih dari tujuh persen suara, memungkinkan Yudhoyono untuk berpartisipasi dalam pemilihan presiden tahun 2004 (sebuah partai membutuhkan minimal lima persen untuk diizinkan menominasikan calon presiden).
Pemilu Legislatif Indonesia 2004
Â
PDI-P
2004 19%