Mohon tunggu...
Zainatul Hayat ( INA )
Zainatul Hayat ( INA ) Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Malang

Masih ada ruang untuk memakai akal, jangan sampai yang tersisa hanyalah sesal.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Patriarki: Stigma Kelam yang Tak Kunjung Hilang

28 Juni 2023   15:36 Diperbarui: 28 Juni 2023   15:47 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kelebihan yang dimiliki pada setiap manusia bukanlah hanya terpadu soal fisik, terutama perempuan. Merencanakan hidup itu penting agar kita dapat mengambil langkah -- langkah yang tepat untuk mencapai target hidup. Tetapi jangan takut mengambil resiko yang mungkin bisa merubah arah hidup kita. Hidup tidak selalu bisa direncanakan.

Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama serta mendominasi dalam berbagai peran yang ada di masyarakat. Sistem patriarki merupakan salah satu sistem yang sangat ditentang dan ditolak oleh para feminis. Hal ini karena patriarki, menganggap bahwa perempuan dipersepsikan hanya berfungsi reproduktif saja. Sehingga perempuan dianggap hanya mampu berada di rumah untuk hamil, melahirkan, mengasuh anak atau mengerjakan pekerjaan domestik saja. Dijelaskan bahwa dalam sebuah sistem budaya dan sosial, sebagian besar dari masyarakat Indonesia, perempuan dipersepsikan serta ditempatkan hanya berfungsi reproduktif saja.

Disaat kita merasa ada kekurangan, seharusnya kita memilih untuk fokus kepada kelebihan yang kita miliki agar bisa membangun kepercayaan diri. Sebagai perempuan, harus mempunyai rasa mandiri. Jangan terlalu bergantung kepada seorang laki -- laki ataupun orang tua. Karena kita tidak akan pernah tau kalua mereka akan selalu ada atau tidak. 

Sebagai perempuan yang dianggap oleh dunia ini lemah, yang dianggap menjadi ibu rumah tangga saja, harus bisa mematahkan stigma itu. Kita bisa menjadi ibu rumah tangga, bisa menjadi wanita karir, bisa menjadi apapun yang kita inginkan. Memang perempuan akan menjadi seorang ibu, tergantung pilihan kita sendiri. Jika ujung -- ujungnya perempuang memang akan dirumah saja, seorang anak tidak bisa memilih orang tuanya. Sebagai orang tua, yang mempunyai rasa kesadaran penuh untuk melahirkan berhak memberikan yang terbaik untuk anak. 

Seorang anak berhak mempunyai ibu yang cerdas, berhak mempunyai ibu yang bisa mendidik dia. Jika perempuan ujung -- ujungnya akan kebanyakan menghabiskan waktu di dalam rumah, jadi sebagian penuh anak akan ada dalam pengawasan seorang ibu, sehingga berhak menjadi seorang ibu yang peka akan Pendidikan. Jangan menyepelekan profesi perempuan yang ujung -- ujungnya akan menjadi ibu rumah tangga, karena profesi itu sangat memiliki tanggung jawab yang sangat besar, mempunyai tanggung jawab untuk mendidik generasi selanjutnya yang siapa tahu bisa merubah bangs aini menjadi sesuatu.

Sebagai perempuan kita harus bisa mematahkan stigma yang ada, perempuan bisa mempunyai keluarga dan karir yang sukses dalam waktu yang bersamaan. Tidak seharusnya perempuan dipaksa untuk memilih. Perempuan yang mandiri dan berpendidikan tidak hanya dapat mengedukasi anak -- anaknya tapi juga masa depan keluarganya jika terjadi apa -- apa tanpa harus bergantung kepada siapapun.

Di negara kita sendiri Indonesia ini berbasis sistem patriarki, dimana sebuah system social yang menempatkan laki -- laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak social dan penguasaan properti. Dari usia sejak dini, perempuan ditanamkan value (pemikirian) yang membuat mereka takut untuk berkembang.

Ini adalah masalah yang penting sehingga sebagai perempuan kita harus membuat perempuan lain juga mempunyai pemikiran yang sama, selain kita menjadi contoh tetapi kita harus juga memanfaatkan platform atau digital aset yang kita punya untuk menyebarkan informasi itu. Sudah banyak sekali cerita dari berbagai kejadian yang terjadi, bahwasanya perempuan bukanlah barang. Sebagai perempuan kita mempunyai kewajiban untuk meyakinkan satu sama lain bahwa kita bisa menjadi orang -- orang yang kuat dan mandiri platform digital dan secara langsung. Sebagai perempuan tidak seharusnya kita saling menjatuhkan, harus saling memberdayakan satu sama lain agar bisa maju dan mendapatkan hak yang setara.

Dan seharusnya di era modern seperti ini, sama -- sama berpegangan tangan untuk menunjukkan bahwa perempuan juga bisa ditempatkan di pekerjaan yang biasanya laki -- laki lakukan. Sebagai sesama perempuan seharusnya menjadi tim, jangan menjadi rival atau musuh karena kalau bukan perempuan juga yang membantu perempuan lain.

Terlepas dari adanya gerakan penyetaraan gender di Indonesia, data dari WEF secara tidak langsung menunjukkan bahwa masih ada gap antargender pada berbagai bidang kehidupan di Indonesia, khususnya pada bidang politik. Hal ini  merupakan hambatan bagi realisasi pengembangan kesetaraan gender dan pemberdayaan wanita. Sebagai konstruksi sosial yang tak kunjung lekang, patriarki ternyata membawahi berbagai isu ironis yang marak terjadi di Indonesia. Mulai dari kekerasan, pelecehan seksual, domestikasi hingga objektifikasi (male gaze) adalah beberapa dari contoh isu yang diyakini berkaitan erat dengan pandangan yang tertanam dalam konstruksi ini. Adanya berbagai isu ini tampaknya cukup menjelaskan alasan pro-feminis menganggap konstruksi ini perlu diperhatikan oleh segenap pihak. Baik laki-laki, maupun perempuan memegang peran yang penting bagi eksistensi konstruksi ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun