Hak Asasi Manusia merupakan hak yang dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap individu di bumi. HAM juga telah terdapat pada Undang -- Undang Nomor 39 Tahun 1999 yang menjelaskan bahwa hak asasi manusia seperangkat hak yang telah melekat dan bersifat universal pada setiap manusia dan wajib dihormati dan dilindungi oleh negara, pemerintah, hukum dan setiap orang. Hak -- hak tersebut meliputi tentang hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak pendidikan, hak atas rasa aman, hak anak dan hak wanita.
Sampai sekarang masih saja perempuan seolah -- olah dianggap remeh atau sepele oleh kalangan masyarakat. Karena yang pada dasarnya perempuan hanyalah manusia yang berjiwa lemah dan lembut hatinya. Banyak golongan perempuan menjadi korban keatastidak asusilaan pada lingkungan mereka sehingga membuat rasa takut dan tidak aman. Hal ini adalah bentuk yang sangat memperihatinkan untuk kaum perempuan atas kekerasan yang terjadi, padalah sudah banyak aksi yang dilakukan seperti kampanye internasional setiap tahunnya sebagai upaya bentuk rasa kurangnya keamanan dan keadilan bagi kaum perempuan. Tetapi sepertinya masih kurang memberikan dampak atau pengaruh besar terhadap penghapusan kekerasan pada perempuan.Â
Kekerasan terhadap perempuan adalah salah satu bentuk ketidakadilan Gender. Bentuk kekerasan yang terjadi sangat beragam, mulai dari kekerasan fisik (seperti pemukulan), kekerasan psikis (misalnya, katakata yang merendahkan atau melecehkan), kekerasan seksual. Kekerasan psikis adalah setiap perbuatan yang mengakibatkan ketakutan dan kehilangan rasa percaya diri. Bentuk- bentuk kekerasan ini bisa terjadi pada siapa saja, dan dimana saja, bisa di wilayah pribadi (rumah tangga) atau di wilayah publik (lingkungan). Tidak hanya perempuan di kalangan dewasa tetapi bahkan dimulai dari kalangan anak berusia dini saja sudah terkena dampaknya. Seperti kasus pembunuhan dan pelecahan seksual pada istri ataupun anak perempuan di dalam rumah tangga.
Pada kebanyakan kasus, korban KDRT adalah perempuan. Tentu saja laki-laki pun bisa jadi korban kekerasan dalam rumah tangga meskipun jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah korban kekerasan terhadap perempuan. Dari sekitar 10 sampai 69 persen dari pasangan hidup di dunia, perempuan menjadi korban kekerasan fisik dari pasangannya. Presentase ini belum termasuk pada kekerasan psikis (mental) dan seksual, yang tentunya menimbulkan dampak lebih panjang dan kompleks bukan hanya bagi korban kekerasan tersebut (perempuan) tapi juga bagi yang menyaksikan kekerasan tersebut terjadi di dalam keluarga, yaitu anak-anak. Kekerasan seksual dan kekerasan  anak ( pernikahan anak yang belum berusia 18 tahun ) yang masih terjadi di Indonesia, sebagaian masyarakat malah sibuk dengan asumsi-asumsi pribadi dan mengabaikan isu kecacatan hukum yang merupakan inti dari masalah dan pemerkosaan yang dialaminya di anggap pelanggaran ringan, bahkan pelakunya tidak dipidana. Ini membuktikan bahwa nalar kritis dan kesadaran  masyarakat masih sangat minim terkait pelecehan terhadap perempuan, dan ketidak mampuan penegakan hukum terhadap pelaku.
Lalu bagaimana dengan peran pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap hak asasi perempuan?, dengan didirikannya Komisi Nasional Perempuan yang sifatnya telah independen sebagai bentuk respon negara terhadap isu hak perempuan. Dan hasil dari penelitian menyebutkan bahwa realitas yang ada di tengah masyarakat menunjukkan bahwa masalah kekerasan terhadap perempuan dan perlindungan perempuan korban kekerasan dalam bidang hukum masih sangat rendah, hendaknya dapat secara tegas menerapkan sanksi -- sanksi kepada negara yang melanggar konvensi dan resolusi. Jika faktor politik dan ekonomi lebih dikedepankan dari pada aturan hukum, maka resolusi dan konvensi hanya akan menjadi tulisan yang tertuang dalam meja -- meja perjanjian. Untuk itu, penguatan landasan hukum Komnas Perempuan dalam bentuk undang-undang sebaiknya memberi mandat untuk melakukan penyelidikan. Lebih baik lagi jika mandatnya meliputi wewenang penyidikan dan penuntutan. Sehingga mampu membawa pelaku ke pengadilan, sekaligus tentunya membawa kebutuhan sebuah pengadilan khusus yang hakim-hakimnya memiliki perspektif gender.
Negara bertanggung jawab untuk membentuk suatu instrumen hukum dalam memenuhi kewajibannya menciptakan perlindungan dan pemenuhan HAM bagi seluruh elemen masyarakatnya, tak terkecuali bagi kaum perempuan.
Perempuan sebagai suatu kelompok dalam masyarakat di dalam suatu negara, merupakan kelompok yang juga wajib mendapatkan jaminan atas hak - hak yang dimilikinya secara asasi. Perempuan bisa memilih tanpa di kondisikan, tanpa dia meintralisasi norma -- norma sosial.
Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan dan memiliki berbagai alat kelengkapan negara, perlu memperhatikan implementasi peraturan perundang-undangan mengenai perlindungan HAM Perempuan di Indonesia khususnya perempuan korban KDRT. Selain itu dari sisi masyarakat perlu adanya kesadaran masyarakat mengenai perlindungan perempuan terutama terhadap perempuan korban KDRT. Upaya perlindungan hak perempuan korban KDRT harus dilakukan seluruh elemen masyarakat Indonesia. Hal ini ditujukan agar hak-hak dasar perempuan sebagaimana yang telah dijelaskan di muka, tidak tergerus. Sehingga perempuan di Indonesia bebas dari perlakuan diskriminasi dalam segala bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H