Mohon tunggu...
Ina Lusyana
Ina Lusyana Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Ingin selalu belajar apapun sepanjang usia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hasil Panen dari Apa yang Telah Kau Tanam

18 Juli 2013   22:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:21 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hukum karma, mungkinkah hal ini benar-benar terjadi atau ini hanyalah kepercayaan konyol orang-orang jadul? Ataukah ini hanya suatu kebetulan yang dikaitkan dengan kejadian-kejadian aktual di dunia nyata?

Jika dikaitkan dengan hukum kekekalan energi, teori hukum karma ini ada benarnya juga. Hukum ini menyatakan bahwa “Energi tak dapat dimusnahkan dan tak dapat diciptakan, namun energi dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain.”

Ini berarti bahwa jika kita menebar energi positif, maka yang kita dapat adalah energi positif pula. Sebaliknya, bila kita menebarkan energi negatif maka yang kita dapat adalah energi negatif. Energi positif yang dimaksud di sini adalah perbuatan-perbuatan baik. Sementara energi negatif adalah perbuatan-perbuatan yang buruk. Jadi, barang siapa yang berbuat kebaikan maka ia akan memperoleh kebaikan. Barang siapa yang berbuat keburukan maka yang ia peroleh adalah keburukan pula.

Itulah yang terjadi pada gadis cantik berinisial P ini. Ia seorang mahasiswi di sebuah institusi tempatku belajar. Ia tampaknya harus menanggung malu atas perbuatan memalukan yang telah dilakukannya. Saat ini, tak ada satu pun yang memihak dan merasa kasihan padanya sekalipun teman sekamarnya. Sudah berulang kali dia mengambil barang yang bukan miliknya tanpa sepengetahuan si pemilik.

Sebelumnya, P sudah ketahuan mengambil uang dan beberapa pakaian temannya seasrama. Ia pun dipindahkan oleh management ke asrama 2. Hal itu membuat saya dan teman-teman di asrama 1 bersorak gembira. Sebagian besar teman-teman di asrama 2 juga sudah mengetahui alasan mengapa ia dipindah ke asrama 2. Namun, banyak yang berpikir termasuk juga saya bahwa dia tidak akan mungkin mengulangi perbuatannya lagi. Karena dia sudah membuat perjanjian tertulis dengan pihak management. Jika dia mengulangi hal yang sama, maka kasusnya akan di bawa ke jalur hukum.

Perbuatannya mungkin tidak kentara di asrama 2. Hingga akhirnya ia dipindah lagi ke asrama 1 untuk memenuhi kamar kosong yang masih tersedia di asrama 1. Teman-teman di asrama 1 pun mulai cemas dan berusaha untuk selalu berhati-hatu terhadap barang-barang mereka. Namun masih saja ada yang kehilangan pakaian.

Teman sekamarnya yang kebetulan juga dekat dengan saya, curhat tentang semua kasus kehilangan yang pernah dialaminya selama menjadi teman sekamar si P kepada saya dan teman sekamar saya. Kami langsung menyarankannya untuk melaporkan hal ini ke management karena ini sudah keterlaluan. Apalagi si P sudah berani membentak dan mengancam akan menamparnya karena ia merasa tertuduh. Padahal, teman saya itu belum pernah sekalipun menuduhnya. Ia hanya panik mencari jilbabnya yang hilang. Tapi tiba-tiba saja si P merasa tertuduh dan hendak menampar teman saya. Tentu saja teman saya yang awalnya tidak curiga, kini menjadi curiga terhadapnya.

Teman saya pun melaporkan hal ini ke management dan mencari bukti-bukti. Bukti terkuatnya adalah dia menggeledah koper si P dan ditemukanlah barang-barang curiannya selama ini. Teman saya pun memfoto isi koper tersebut.

Akhirnya management pun bertindak tegas. Si P dipindah dari asrama 1 ke asrama 3. Kopernya pun dibongkar dan semua barang curiannya dikembalikan pada si empunya. Namun, sebaguan barang curiannya sudah dipaketkan ke saudaranya yang tinggal di Bogor. Lalu si P pun segera dipindah ke asrama 3 walau hari sudah malam. Di asrama 3, ia menginap di pos satpam asrama 3 ditemani oleh bu satpam yang sangar.

Esok harinya pun dia tidak diperbolehkan mengikuti pelajaran. Ia dipaksa mengakui perbuatannya dan meminta maaf di setiap kelas. Tidak seperti biasanya, ia tampil tanpa make up dan wajahnya dipenuhi air mata. Tapi, memang aura cantik wajahnya tidak luntur meski hatunya sama sekali tak cantik. Setelah itu, setiap anak di kelas tersebut berhak untuk memberikan komentar atau bertanya padanya.

Di kelas saya, ia seperti dihakimi. Apalagi jawabannya yang selalu tidak nyambung dan berbelit-belit itu membuat teman-teman saya geregetan ingin memaki-maki dia. Bahkan dosen yang saat itu mengajar juga terpancing emosinya. Ia membentak si P karena ia tidak segera menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan padanya.

Saat itu, management dan pihak sponsor yang memberikan beasiswa padanya masih mempertimbangkan apakah dia akan diluluskan, dikeluarkan, ia harus mengganti beasiswa yang telah diberikan padanya, atau dibawa ke pihak kepolisian. Kami tidak tahu lagi apa yang terjadi selanjutnya. Aku melihatnya terakhir kali saat ia pamit ke kampung halamannya bersama teman seangkatannya yang lain. Tapi, tentu saja ia tidak bisa ikut di acara graduation.

Terakhir melihatnya, tampaknya muka sedih dan tampang bersalahnya sudah hilang tak berbekas di wajahnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun