Melaksanakan Ibadah haji tidak saja hanya berbekal materi tetapi juga diperlukan fisik yang prima. Selain harus menempuh perjalanan jauh, rangkaian pelaksanaan ibadah haji pun membutuhkan tenaga yang tidak sedikit.
Alhamdulillah saya berhaji dan beresempatan memenuhi panggilah-Nya bersama keluarga di usia yang masih muda. Meski sudah beberapa tahun yang lalu tapi kesan dan kenangan saat itu masih terekam jelas dalam ingatan, terlebih lagi saat musim haji tiba seperti sekarang ini.  Seolah berada kembali di tempat itu dan turut merasakan rangkaian pelaksanaan ibadah haji dengan penuh kekhusukan. Masih teringat saat pertama menginjakkan kaki di Bandara Internasional King Abdul Azis, sangat besar dan ramai oleh kedatangan jamaah haji dari berbagai negara.
Melanjutkan perjalanan menuju Kota Madinah Al Munawwarah menaiki bus dan menyaksikan pemandangan bukit batu di sepanjang perjalanan. Panas terik menyambut kami di Madinah tetapi tubuh terasa menggigil kedinginan karena saat itu musim pancaroba, peralihan musim dingin ke musim panas. Setelah 8 hari melaksanakan arba’in (shalat 40 waktu), perjalanan dilanjutkan menuju Kota Mekkah Al Mukarramah. Mampir miqat di Birr Ali untuk melaksanakan umrah, karena kami kloter awal sehingga disarankan untuk mengambil Haji Tamattu yaitu melaksanakan umrah dulu baru haji.
Tiba di Kota Mekkah menjelang subuh tiba, setelah tiba di penginapan dan mengatur barang bawaan, kami beserta rombongan menuju Masjidil Haram untuk melakukan thawaf. Hati bergetar dan air mata tidak dapat terbendung saat memasuki masjid melalu pintu Babussalam, memandang Ka'bah Al Musyarrafah seperti mimpi. Bangunan segi empat ditutupi kiswah yang biasa di lihat hanya melalui buku, majalah, dan televisi tapi saat ini saya dan keluarga berada di tempat bangunan segi empat itu berdiri.
Banyak cerita dan pengalaman selama di tempat suci itu dan semuanya memiliki kisahnya sendiri. Teringat tentang keutamaan air zam-zam, saat itu wajah yang penuh dengan jerawat karena perbedaan cuaca dengan Indonesia. Tidak lebih seminggu wajah yang selalu dibasuh air zam-zam menjadi bersih seperti semula.  Saat melontar jumrah dengan memakai rok, baru sadar setelah selesai dan belahan rok sudah sampai di lutut...duh malunya.
Berada di tempat suci itu, terasa sangat dekat dengan-Nya bahkan dengan kekhilafan yang tidak disengaja begitu cepat Dia mengingatkan dan menyadarkan untuk selalu melakukan rangkaian ibadah tersebut dengan sabar dan ikhlas. Keluhan yang terlintas dalam hati karena panas yang sangat menyengat saat Thawaf Ifadah disadarkan-Nya melalui teguran dengan tidak melihat garis cokelat di lantai Masjidil Haram sebagai batas memulai sekaligus menjadi patokan putaran thawaf, Masyaallah dengan istigfar sambil menengadah ke langit, garis cokelat yang tadinya tidak terlihat menjadi sangat jelas saat menunduk kembali.
Masih banyak lagi pengalaman yang tidak terlupakan dan pengalaman itu seolah memupuk subur keinginan untuk kembali ke sana lagi. Semoga masih terpanggil untuk berkunjung ke sana lagi dan semoga pengalaman yang telah didapatkan sebelumnya menjadi penguat dan penambah keimanan dan ketaqwaan.
Menghitung hari pelaksanaan wuquf di Padang Arafah, semoga ada doa di sana untuk bangsaku agar terbebas dari berbagai macam persoalan. Dan akhirnya Jamaah Haji Indonesia kembali ke tanah air dengan sehat dan selamat membawa Haji Mabrur....Amin Ya Rabbal Alamin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H