Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Seorang analis pembangunan desa dan konsultan pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan integrasi SDGs Desa, mitigasi risiko bencana, serta pengembangan inovasi berbasis lokal. Ia aktif menulis seputar potensi desa, kontribusi pesantren, dan dinamika sosial di kawasan timur Indonesia. Melalui blog ini, ia membagikan ide, praktik inspiratif, dan strategi untuk memperkuat ketangguhan desa dari tingkat akar rumput. Dengan pengalaman mendampingi berbagai program pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, blog ini menjadi ruang berbagi pengetahuan demi mendorong perubahan yang berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Antara Peta dan Payung Robek

27 April 2025   11:04 Diperbarui: 27 April 2025   11:04 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: Image by freepik)

Pagi masih malu-malu saat Anwar tiba di kantor desa. Sepeda motornya penuh debu, helmnya tergantung longgar di stang. Ia pendamping desa, tapi bagi warga, ia lebih sering disebut "orang pusat"---meski yang ia bawa bukan titah, melainkan formulir dan saran.

Kantor desa itu kecil, berdinding kayu lapuk, dan beratap seng yang berisik tiap kali hujan datang. Di dalamnya, Pak Kades masih menyalakan rokok ketiga, sementara Sekdes sibuk mencocokkan angka bantuan dengan catatan yang entah ditulis oleh siapa.

Anwar membuka mapnya, mengeluarkan peta partisipatif buatan warga minggu lalu. Warnanya pudar, tapi jejak tangan anak-anak desa masih terlihat di pojok-pojoknya---gambar pohon, sungai, dan sapi yang terlalu besar untuk ukuran sawah.

"Pak, ini usulan warga dari dusun Bawah. Mereka minta dibuatkan jalan setapak biar anak-anak nggak harus lewatin sungai tiap pergi sekolah," katanya.

Pak Kades mengangguk tanpa benar-benar mendengar. "Kalau bisa, nanti kita sandingkan saja dengan usulan dusun Atas. Biar dapat dua-duanya."

Anwar tahu maksud kalimat itu. Ia bukan baru sehari dua hari menjadi pendamping. Ia tahu, musyawarah desa kadang hanya formalitas. Ia tahu, proposal bisa berubah hanya karena tamu dari kecamatan datang dan minta "ditambahkan sedikit".

Tapi ia tetap mencatat. Tetap mengingat.

-----

Menjelang siang, hujan turun. Payung milik Anwar robek di ujung, tapi ia tetap menerobos jalan tanah menuju rumah Bu Ina, janda tua yang hidup bersama cucunya. Hari ini jadwalnya mendampingi verifikasi rumah tidak layak huni.

"Mas Anwar belum makan?" tanya Bu Ina sambil menyodorkan teh manis yang terlalu manis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun