Di tengah kebutuhan akan data yang akurat dan seragam untuk pembangunan desa, Kementerian PPN/Bappenas memperkenalkan Indeks Desa (ID). Indeks ini diluncurkan pada Maret 2024 sebagai alat ukur baru menggantikan Indeks Desa Membangun (IDM) dari Kemendes PDT.
Langkah ini menandai babak baru dalam tata kelola pembangunan desa yang lebih ilmiah dan sistemik. Tidak hanya sekadar mengganti nama, Indeks Desa mengusung pendekatan yang lebih komprehensif dan multidimensi.
Indeks ini menjadi satu-satunya instrumen pengukuran status pembangunan desa yang diakui lintas kementerian. Sejalan dengan semangat “Satu Data Indonesia,” indeks ini menjadi rujukan utama dalam merumuskan kebijakan pembangunan desa dari pusat hingga lokal.
Sebagaimana dijelaskan dalam dokumen resmi Bappenas (2024), Indeks Desa disusun untuk mendukung RPJPN 2025–2045 dan SDGs Desa. Hal ini membedakannya dari IDM yang lebih bersifat sektoral.
Enam Pilar Pembangunan Desa
Indeks Desa memiliki enam dimensi utama. Setiap dimensi mewakili elemen penting dalam kehidupan masyarakat desa dan saling terkait dalam menciptakan desa yang berdaya dan tangguh.
Dimensi pertama adalah Layanan Dasar, yang mencakup akses terhadap pendidikan, kesehatan, air bersih, dan sanitasi. Ini menjadi fondasi kualitas hidup warga.
Dimensi kedua adalah Sosial, yang mengukur kekuatan relasi antarwarga, modal sosial, keamanan, serta toleransi sosial. Dimensi ini menjadi cerminan keharmonisan desa.
Dimensi ketiga adalah Ekonomi, yang memotret aktivitas ekonomi, keberadaan usaha lokal, dan lapangan kerja. Ini menunjukkan sejauh mana desa mampu bertahan secara finansial.
Keempat, Lingkungan, yang meliputi pengelolaan sumber daya alam, adaptasi terhadap perubahan iklim, dan kesiapsiagaan bencana.
Kelima adalah Aksesibilitas, yang mengukur keterhubungan desa dengan wilayah lain, baik melalui jalan, transportasi, maupun jaringan digital.