Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 mengamanatkan pembentukan koperasi sebagai pilar ekonomi desa. Salah satu institusi yang dimandatkan adalah Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT).
Instruksi tersebut menugaskan Menteri Desa untuk mengidentifikasi potensi desa. Langkah ini menjadi dasar penting dalam pengembangan koperasi berbasis karakteristik lokal dan pemberdayaan sumber daya desa secara partisipatif.
Menteri Desa juga bertugas memfasilitasi pengadaan lahan untuk Koperasi Merah Putih. Proses ini melibatkan negosiasi, penyusunan regulasi lokal, serta pendekatan kolaboratif agar koperasi memiliki legalitas dan keberlanjutan yang kuat.
Kebijakan ini menargetkan pembentukan 80.000 koperasi melalui strategi pembangunan desa. Menteri Desa dituntut memastikan percepatan program melalui sosialisasi intensif dan pelibatan aktif masyarakat dalam setiap tahapan pembentukan koperasi di desa.
Selain itu, dilakukan pemantauan dan evaluasi berkelanjutan atas pelaksanaan koperasi. Kementerian juga memfasilitasi pemberdayaan masyarakat dan mendukung kerja Satuan Tugas pembentukan koperasi secara nasional dengan pendekatan kolaboratif antar-lembaga.
Tentunya Kementerian Desa akan menggerakkan semua sumber daya, termasuk Pendamping Desa. Mereka menjadi ujung tombak di lapangan: mengidentifikasi potensi, memfasilitasi, serta memastikan partisipasi aktif warga dalam pendirian Koperasi Merah Putih di desa.
Untuk itu, minimal ada tujuh langkah konkret yang bisa dilakukan pendamping desa. Langkah ini dapat memperkuat efektivitas kebijakan, sekaligus menjawab kebutuhan lapangan.
1. Pemetaan Potensi Desa Secara Partisipatif
Partisipasi masyarakat adalah kunci dalam mengenali potensi ekonomi desa. Pendamping perlu menggunakan metode Participatory Rural Appraisal (PRA) untuk menggali sumber daya lokal.
Salah satu contohnya adalah pembuatan peta tiga dimensi oleh warga. Peta ini bisa menunjukkan lahan produktif, mata air, atau titik infrastruktur penting. PRA meningkatkan validitas data desa secara signifikan.
Menurut laporan Bappenas (2024), desa yang memetakan potensi secara partisipatif memiliki akurasi data 30% lebih tinggi. Data ini kemudian menjadi dasar penyusunan koperasi yang tepat sasaran.