Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Seorang analis pembangunan desa dan konsultan pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan integrasi SDGs Desa, mitigasi risiko bencana, serta pengembangan inovasi berbasis lokal. Ia aktif menulis seputar potensi desa, kontribusi pesantren, dan dinamika sosial di kawasan timur Indonesia. Melalui blog ini, ia membagikan ide, praktik inspiratif, dan strategi untuk memperkuat ketangguhan desa dari tingkat akar rumput. Dengan pengalaman mendampingi berbagai program pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, blog ini menjadi ruang berbagi pengetahuan demi mendorong perubahan yang berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menemukan Titik Kapur: TAPM dan Tugas yang Tak Terlihat

12 April 2025   12:17 Diperbarui: 12 April 2025   12:17 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Image by freepik)

Di antara denting mesin dan kerumunan para teknisi, suara itu tak terdengar. Bukan karena bisu, tetapi karena tidak diketahui caranya untuk didengar. Tepat di titik itu, Charles Proteus Steinmetz berdiri, menandai mesin raksasa Henry Ford dengan sepotong kapur.

Tandanya hanya satu. Tapi dampaknya besar.

Steinmetz tidak membetulkan seluruh sistem. Ia hanya menunjuk pada satu bagian, dan memberi tahu apa yang harus dilakukan. Bukan keajaiban, tetapi ilmu pengetahuan, pengalaman, dan intuisi yang lahir dari ribuan jam mengenal sistem yang kompleks.

Sepotong cerita ini bukan sekadar kisah teknik. Ia adalah metafora paling sederhana tentang bagaimana keahlian strategis mengalahkan kerja keras yang serampangan.

Di ruang yang lebih luas dan lebih riil, kisah ini hidup dalam sosok Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM). Bukan di pabrik Ford, tetapi di desa-desa seluruh Indonesia. Bukan menghidupkan generator, tapi menghidupkan perencanaan, partisipasi, dan keberdayaan warga desa.

Sayangnya, tidak semua TAPM diberi kesempatan menjadi Steinmetz. Banyak yang akhirnya hanya menjadi operator komputer. Kerjanya administratif. Laporannya menumpuk. Ide-idenya tenggelam di antara tanda tangan dan format Excel.

TAPM seharusnya tidak dilahirkan untuk menjadi petugas pos pembangunan. Mereka bukan sekadar pengantar dokumen, tetapi penunjuk arah. Bukan pengisi waktu, tetapi penggerak perubahan.

Dalam konstruksi Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD), TAPM punya posisi kunci. Mereka adalah mata dan telinga dari proses teknokrasi agar tetap bersentuhan dengan kenyataan (Kementerian Desa PDTT, 2018). Tapi dalam praktiknya, peran itu sering kali direduksi.

Banyak desa yang bahkan tak bisa membedakan mana Pendamping Lokal Desa (PLD), mana Pendamping Desa (PD), mana Tenaga Ahli (TA). Karena mereka turun lapangan, apa yang mereka kerjakan sama persis. Oleh desa semua akhirnya dibiarkan tenggelam dalam laku birokrasi.

Padahal, TAPM adalah posisi strategis yang tidak hanya dituntut paham dokumen, tetapi paham medan. Mereka bukan hanya pembaca regulasi, tetapi pembaca realitas sosial. Bukan hanya pengisi formulir, tetapi pengisi celah antara harapan dan implementasi kebijakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun