Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Seorang analis pembangunan desa dan konsultan pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan integrasi SDGs Desa, mitigasi risiko bencana, serta pengembangan inovasi berbasis lokal. Ia aktif menulis seputar potensi desa, kontribusi pesantren, dan dinamika sosial di kawasan timur Indonesia. Melalui blog ini, ia membagikan ide, praktik inspiratif, dan strategi untuk memperkuat ketangguhan desa dari tingkat akar rumput. Dengan pengalaman mendampingi berbagai program pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, blog ini menjadi ruang berbagi pengetahuan demi mendorong perubahan yang berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Lebaran Minimalis: Merayakan dengan Kesederhanaan, Berbagi dengan Ketulusan

31 Maret 2025   05:42 Diperbarui: 31 Maret 2025   07:28 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: https://www.kompas.com/sains/read/2022/04/30/193100823/)

Lebaran selalu identik dengan kemeriahan. Baju baru, makanan melimpah, dan tradisi mudik seakan menjadi keharusan. Namun, di tengah semangat perayaan, konsumsi berlebihan kerap terjadi. Seakan Lebaran kehilangan esensi, terjebak dalam budaya materialisme. Padahal, ada cara lain yang lebih bermakna: Lebaran minimalis.

Di desa, tradisi ini bukan hal baru. Warga merayakan Idulfitri dengan sederhana, tetapi tetap hangat. Pakaian tidak harus baru, cukup yang terbaik yang dimiliki. Tidak ada keharusan membeli baju setiap tahun. Kesederhanaan ini mengajarkan bahwa Lebaran bukan tentang penampilan, melainkan tentang makna kebersamaan (Rakhmat, 2019).

Makanan juga tidak berlebihan. Hidangan khas tetap tersaji, tetapi dibuat dalam jumlah yang cukup. Tidak ada budaya membuang makanan. Jika ada sisa, akan dibagikan atau diolah kembali. Hal ini berbeda dengan kota, di mana makanan sering berakhir sebagai limbah (Suryani, 2022).

Silaturahmi di desa pun lebih ramah lingkungan. Warga saling mengunjungi dengan berjalan kaki atau naik sepeda. Tidak perlu konvoi kendaraan yang menciptakan polusi. Berbeda dengan kota yang sering diwarnai kemacetan panjang saat hari raya. Kesederhanaan ini menjadi pengingat bahwa perayaan tidak harus boros.

Berbagi juga dilakukan dengan cara yang lebih bermakna. Angpau tidak selalu berupa uang, tetapi juga dalam bentuk hasil bumi. Beras, telur, atau buah-buahan menjadi hadiah yang lebih bernilai. Tidak hanya bermanfaat, tetapi juga memperkuat solidaritas sosial (Hidayat, 2020).

Bingkisan Lebaran pun dibuat lebih ramah lingkungan. Warga desa cenderung menggunakan wadah alami, seperti anyaman bambu atau daun pisang. Ini jauh lebih berkelanjutan dibandingkan kemasan plastik yang sulit terurai. Sederhana, tetapi memiliki dampak besar bagi lingkungan.

Dekorasi rumah juga mengutamakan alam. Hiasan dari janur kuning atau daun kelapa lebih sering digunakan. Rumah tidak harus penuh pernak-pernik plastik. Beberapa rumah cukup dicat dengan kapur sirih, memberi kesan segar tanpa mengandalkan produk berbahan kimia.

Mudik pun dilakukan dengan cara bijak. Warga desa cenderung menggunakan transportasi umum atau berbagi kendaraan. Hal ini tidak hanya menghemat biaya, tetapi juga mengurangi jejak karbon. Sebuah kontras dengan fenomena di kota yang kerap menunjukkan kemacetan panjang akibat arus mudik yang tidak terkendali (Kompas, 2023).

Lebaran minimalis sebenarnya bukan sekadar gaya hidup. Ini adalah refleksi dari nilai-nilai yang mulai tergerus modernitas. Kesederhanaan dalam merayakan Idulfitri justru menghadirkan makna yang lebih dalam. Tidak sekadar perayaan, tetapi juga momen untuk kembali ke esensi.

Di desa, tidak ada persaingan dalam hal kemewahan. Kebahagiaan Idulfitri tidak diukur dari jumlah hadiah atau kemegahan pesta. Justru kebersamaan menjadi hal utama. Saling mengunjungi, bermaafan, dan berbagi cerita jauh lebih berharga daripada sekadar pamer kekayaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun