Di tengah derasnya arus modernisasi, desa-desa di Indonesia kerap menjadi korban dari praktik ekonomi yang tidak sehat. Fenomena rentenir, pinjaman online non-syariah, dan bank harian berbunga tinggi—atau yang sering disebut “bank rontok”—menjadi wajah kelam kehidupan finansial masyarakat pedesaan (Kompas, 18/03/2024).
Jeratan bunga mencekik tidak hanya membebani perekonomian rumah tangga, tetapi juga menciptakan keresahan sosial yang mendalam. Dalam konteks ini, bisnis syariah muncul sebagai alternatif menjanjikan untuk membebaskan masyarakat desa dari belenggu eksploitasi ekonomi.
Bisnis syariah menawarkan sistem yang berbeda dengan praktik ekonomi konvensional. Berlandaskan prinsip keadilan, transparansi, dan kesejahteraan bersama, bisnis ini menggunakan konsep bagi hasil seperti mudharabah dan murabahah, yang menggantikan bunga sebagai dasar keuntungan.
Sistem ini mencerminkan semangat keberpihakan terhadap masyarakat kecil, memberikan ruang bagi mereka untuk berkembang tanpa terbebani risiko tinggi yang sering kali tidak proporsional dengan manfaat yang diterima.
Menurut laporan Universitas Gadjah Mada, literasi keuangan syariah di pedesaan masih sangat rendah. Tingkat literasi hanya mencapai 39,11%, sementara inklusi bahkan lebih kecil, yaitu 12,88% (“Akses Layanan Keuangan Syariah di Pedesaan Masih Minim,” Universitas Gadjah Mada, 2024).
Kondisi ini menunjukkan adanya kesenjangan besar antara potensi ekonomi syariah dan pemanfaatannya di tingkat desa. Kurangnya pemahaman masyarakat desa tentang layanan keuangan syariah membuat mereka rentan terhadap tawaran pinjaman dengan bunga tinggi.
Di sisi lain, prospek bisnis syariah di tingkat global terus menunjukkan pertumbuhan signifikan. Direktur Utama Bank Syariah Indonesia, Hery Gunardi, mencatat bahwa aset perbankan syariah global pada 2024 mencapai 2.580 miliar dolar AS, meningkat 8,82% secara tahunan (“Opini Harian Kompas,” 13/01/2025).
Angka ini menegaskan bahwa bisnis syariah bukan sekadar konsep, tetapi sudah menjadi arus utama dalam ekonomi global. Perkembangan ini sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya sistem ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan.
Contoh nyata keberhasilan bisnis syariah dapat ditemukan di Desa Cibogo, Jawa Barat, di mana BUMDes Amanah Syariah berhasil mengembangkan usaha berbasis syariah yang mencakup koperasi simpan pinjam, pengelolaan pasar tradisional, dan layanan pembayaran zakat.
Keberhasilan ini tidak hanya meningkatkan perekonomian desa tetapi juga mengurangi ketergantungan masyarakat pada pinjaman berbunga tinggi. Selain itu, di Jawa Timur, BUMDes Sidomulyo berhasil menjalankan usaha peternakan berbasis akad mudharabah, yang memberikan keuntungan berkeadilan bagi masyarakat desa.