Kebakaran hutan yang melanda Los Angeles pada Januari 2025 menjadi pengingat akan dahsyatnya bencana alam. Kombinasi angin Santa Ana yang kencang, kekeringan ekstrem, dan perubahan iklim menyebabkan api menyebar cepat. Ribuan hektar lahan hangus, properti rusak, dan ribuan penduduk terpaksa mengungsi (Kompas, 10/01/2025).
Dampak kebakaran ini tidak hanya berupa kerugian materiil. Asap tebal yang dihasilkan turut memperburuk kualitas udara, meningkatkan risiko penyakit pernapasan. Kondisi ini membahayakan kesehatan masyarakat, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan mereka yang memiliki riwayat penyakit kronis.
Kerusakan lingkungan akibat kebakaran semakin memperparah situasi. Hilangnya tutupan hutan menyebabkan degradasi ekosistem yang mengancam keanekaragaman hayati. Selain itu, dampak lanjutan seperti banjir dan tanah longsor menjadi ancaman serius yang dapat memperburuk bencana yang sudah terjadi.
Di berbagai belahan dunia, upaya penanggulangan kebakaran hutan telah menunjukkan hasil positif. Salah satu contohnya adalah Desa Lubuk Ogong di Riau, Indonesia. Melalui program Desa Bebas Api, desa ini berhasil menekan kawasan rawan api hingga 50% sejak dimulai pada 2016 (Asianagri, 2015).
Keberhasilan Desa Lubuk Ogong terletak pada partisipasi aktif masyarakat. Warga terlibat dalam patroli rutin memantau wilayah rawan api, edukasi tentang bahaya kebakaran, dan penerapan praktik pertanian tanpa bakar. Hal ini membangun kesadaran kolektif yang menjadi kunci pencegahan kebakaran.
Contoh sukses lainnya adalah Desa Tuwung, Indonesia, yang sebelumnya sering dilanda kebakaran. Kini, melalui skema Hutan Desa, mereka berhasil mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan. Manajemen perhutanan sosial menjadikan desa ini produktif dan bebas kebakaran (Ceritabaikindonesia, 26/01/2024).
Desa Tuwung telah membentuk Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS). KUPS mencakup berbagai kegiatan seperti perikanan, budidaya madu kelulut, kerajinan hasil hutan, dan peternakan. Pendekatan ini tidak hanya mencegah kebakaran, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Kesiapsiagaan desa terhadap kebakaran menjadi kunci meminimalkan risiko dan dampak bencana. Desa perlu belajar dari berbagai kejadian kebakaran hutan dan lahan. Langkah pertama, menurut Damkar dalam 17 Cara Mencegah Kebakaran Hutan dan Lahan (2020), adalah memetakan wilayah rawan kebakaran.
Pemetaan wilayah membantu desa mengidentifikasi area berisiko tinggi. Dengan informasi ini, upaya pencegahan dan penanggulangan dapat difokuskan di lokasi yang paling rentan. Langkah ini penting untuk memprioritaskan sumber daya dan memastikan respons cepat saat kebakaran terjadi.
Edukasi masyarakat mengenai bahaya kebakaran hutan menjadi langkah berikutnya. Penyuluhan rutin dapat meningkatkan kesadaran warga tentang cara mencegah kebakaran. Hal ini juga mendorong perilaku berhati-hati dalam aktivitas sehari-hari yang berpotensi memicu kebakaran, seperti pembakaran sampah di lahan terbuka.