Beberapa waktu terakhir, nama Agus sering menjadi bahan candaan di media sosial. Banyak yang mengaitkannya dengan hal-hal negatif karena ada beberapa kasus viral yang melibatkan orang bernama Agus.
Nama tersebut perlahan menjadi simbol keresahan bagi sebagian orang, seolah-olah semua Agus memiliki reputasi yang sama.
Tidak semua orang bernama Agus pantas dicap seperti itu. Setidaknya ada tiga orang bernama Agus yang saya kenal secara pribadi, dan mereka adalah sosok-sosok luar biasa bagi saya.Â
Agus yang pertama adalah teman semasa sekolah. Ia dikenal sebagai seseorang yang dermawan, yang selalu memastikan kebahagiaan orang-orang di sekitarnya.Â
Ketika berkumpul, Agus ini sering kali berbagi, bahkan di saat ia sendiri tidak memiliki banyak. Baginya, memberi adalah kebahagiaan.
Agus lainnya adalah pendamping desa. Kedua Agus ini adalah pekerja keras yang tidak kenal lelah. Salah satu dari mereka menghabiskan waktunya mendampingi masyarakat desa, membantu perangkat dan kepala desa dalam menjalankan berbagai program pembangunan.Â
Agus yang lain selain menjadi Pendamping Lokal Desa (PLD) ia bahkan aktif mengajarkan literasi kepada anak-anak di desa. Bagi keduanya, yang terpenting adalah menjadi bermanfaat bagi orang lain.
Sayangnya, kisah-kisah seperti ini sering kali luput dari perhatian. Orang-orang lebih sibuk menertawakan candaan tentang Agus yang viral di media sosial. Meme dan lelucon tentang Agus terus menyebar, sehingga banyak orang ikut-ikutan melecehkan nama tersebut tanpa memikirkan dampaknya.
Menariknya, berdasarkan data Google Trend, pencarian dengan kata "Agus" menempati urutan kedua di minggu ini setelah kata "hasto" pada kategori hukum dan pemerintahan.Â
Data ini menunjukkan betapa besarnya perhatian masyarakat terhadap isu ini. Sayangnya, perhatian tersebut lebih banyak mengarah pada candaan atau guyonan, bukan pada apresiasi terhadap hal-hal positif yang dilakukan oleh orang-orang bernama Agus.