Menulis “jeritan” ini saya ngeri-ngeri sedap, sebab saya bisa saja dikatakan “meludah di sumur yang airnya saya minum.” Tapi, kalau tidak ditulis, apakah gaji PD dan PLD akan bisa bertambah? Entahlah.
Sebagai seorang pendamping, saya memahami betul realitas ini dari dekat bahkan sangat dekat. Di satu sisi, saya mencintai pekerjaan ini karena dedikasi membangun masyarakat desa yang lebih maju. Di sisi lain, saya menyadari bahwa penghargaan yang layak sangat penting guna menjaga semangat juang para pendamping.
Tulisan ini bukan sekadar keluhan, melainkan panggilan untuk perubahan. Kita membutuhkan kebijakan yang lebih adil agar pendamping tidak hanya menjadi “jembatan” yang kokoh bagi masyarakat desa, tetapi juga memiliki fondasi yang kuat untuk diri mereka sendiri.
Sebelum para pendamping benar-benar “pegal, linu, dan keseleo,” ayo dong, pemerintah, naikkan gaji mereka. Jangan biarkan mereka yang seharusnya menjadi penggerak pembangunan justru terperosok dalam keterbatasan hidup. Jangan biarkan mereka yang seharusnya membangun desa malah kelelahan sebelum waktunya. Kita butuh mereka, dan mereka butuh kita untuk memberi penghargaan yang layak.
Disclaimer:
Tulisan ini dibuat bukan untuk menyinggung atau menyudutkan pihak manapun. Semua pendapat yang disampaikan adalah hasil refleksi pribadi setelah 9 tahun pengalaman dalam mendampingi desa. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai tantangan yang dihadapi oleh pendamping desa, serta untuk mendorong perbaikan dalam penghargaan terhadap profesi ini. Setiap komentar yang disampaikan sepenuhnya untuk kepentingan konstruktif dan sebagai bahan pemikiran untuk kemajuan bersama, bukan untuk menyerang atau merendahkan siapapun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H