Kebijakan pemerintah mengangkat pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) mencerminkan langkah strategis memperkuat kapasitas pelaksanaan program sosial.
Langkah ini juga menimbulkan pertanyaan mendasar bagi kelompok profesi lain yang memiliki kontribusi serupa dalam pembangunan desa, khususnya Pendamping Desa. Mengapa pendamping PKH diprioritaskan dalam skema PPPK sementara Pendamping Desa yang juga berperan vital dalam mendukung pembangunan nasional melalui Dana Desa hingga kini belum mendapat kejelasan serupa?
Pendamping PKH berperan membantu penerima manfaat memahami, mengakses, dan mengoptimalkan bantuan sosial. Mereka menjadi jembatan antara pemerintah dan masyarakat miskin guna memastikan program ini berjalan efektif.
Sebanyak 231 pendamping PKH di Lombok Tengah saat ini sedang mengikuti seleksi PPPK dengan proses pemberkasan yang telah berjalan, sebagaimana disampaikan oleh Kepala Dinas Sosial Lombok Tengah, Masnun (Lombok Post, 23 November 2024).
Proses ini dilakukan berdasarkan mekanisme yang diatur oleh Kementerian Sosial, dengan kuota kelulusan sepenuhnya ditentukan oleh pemerintah pusat. Langkah ini mencerminkan upaya pemerintah dalam meningkatkan status profesional para pendamping PKH.
Keberadaan Pendamping Desa dalam struktur pembangunan nasional juga tidak kalah penting. Pendamping Desa memiliki tanggung jawab yang lebih kompleks dan luas, mulai dari perencanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, hingga pengawsan penggunaan dan pengelolaan Dana Desa.
Dengan anggaran Dana Desa tahun 2025 yang mencapai Rp71 triliun untuk 75.259 desa (sekitar Rp943,34 juta per desa), peran Pendamping Desa menjadi semakin krusial dalam memastikan akuntabilitas, efektivitas, dan dampak dari dana tersebut terhadap pembangunan desa. Lantas, mengapa pemerintah belum memberikan kepastian yang serupa terkait status mereka?
Jika dibandingkan, beban kerja dan tanggung jawab antara Pendamping PKH dan Pendamping Desa memiliki karakteristik yang berbeda tetapi sama-sama signifikan. Pendamping PKH fokus pada program spesifik yang ditujukan untuk kelompok masyarakat miskin tertentu, sementara Pendamping Desa memiliki lingkup kerja yang lebih luas, melibatkan berbagai sektor pembangunan, termasuk pendidikan, kesehatan, infrastruktur, pemberdayaan ekonomi, dan pengentasan kemiskinan.
Keputusan pemerintah mengangkat Pendamping PKH menjadi PPPK tentu harus diapresiasi sebagai bentuk pengakuan atas kerja keras mereka. Namun, keputusan ini juga menjadi refleksi ketimpangan dalam pengakuan profesi di sektor pembangunan sosial.
Sejak program Dana Desa diluncurkan pada tahun 2015, Pendamping Desa telah bekerja tanpa kejelasan status kepegawaian. Mereka tetap berada dalam posisi kontrak dengan sistem perekrutan yang dilakukan setiap tahun atau dua tahun sekali, tanpa adanya jaminan keberlanjutan karir jangka panjang.