Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Konsultan - Penikmat Kopi

Saat ini mengabdi pada desa. Kopi satu-satunya hal yang selalu menarik perhatiannya...

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Surveyor Juga Manusia: Iqbal-Dinda Menutup Kampanye dengan Munajat Akbar

24 November 2024   21:25 Diperbarui: 24 November 2024   21:27 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasangan Iqbal-Dinda Calon Gubernur dan Wakil Gubernur NTB (sumber: Relawan Miq Iqbal)

Hari tenang dalam kontestasi politik menjadi fase yang penuh dinamika bagi para kandidat maupun tim sukses. Setelah sekian minggu berkutat dalam hiruk-pikuk kampanye, masa ini menjadi waktu yang sarat ketegangan sekaligus kesempatan bermenung. Sebelum suasana tersebut, pasangan Iqbal-Dinda memilih cara yang berbeda mengakhiri perjalanan panjang kampanyenya, dengan menggelar munajat akbar.  

Pilihan ini tidak hanya memperlihatkan kedalaman spiritual mereka, tetapi juga menjadi pengingat bahwa di balik hingar-bingar politik, ada dimensi transendental yang tak boleh dilupakan.

Di tengah panasnya pertarungan politik, lembaga survei seringkali menjadi sorotan. Mereka adalah pengukur opini publik, menjadi semacam “kaca” yang merefleksikan elektabilitas kandidat. Namun, seperti halnya kaca, pantulan ini tidak selalu utuh dan sempurna. Survei hanya memotret opini publik pada saat tertentu, sesuai dengan waktu dan lokasi pengumpulan data. Hasil survei bisa berubah dalam hitungan hari, bahkan jam, tergantung dinamika lapangan dan strategi yang dilakukan oleh kandidat serta tim suksesnya.

Iqbal-Dinda memahami hal ini dengan baik. Di tengah klaim-klaim kemenangan yang sering dilontarkan oleh tim sukses berdasarkan hasil survei, mereka tetap memilih langkah yang bijak. Bagi pasangan ini, survei hanyalah alat bantu, bukan penentu akhir. Mereka sadar bahwa margin of error (MoE) dari lembaga survei, meskipun kecil, tetap menjadi ruang ketidakpastian yang harus diantisipasi dengan strategi yang matang dan doa yang khusyuk.

Pilihan untuk menutup kampanye dengan munajat akbar menunjukkan kedewasaan politik Iqbal-Dinda. Mereka tidak terjebak dalam euforia sementara dari angka-angka survei. Sebaliknya, mereka mengarahkan fokus pada dua elemen kunci: ikhtiar dan tawakal. Ikhtiar dilakukan dengan memastikan semua langkah kampanye berjalan maksimal, mulai dari konsolidasi tim, strategi lapangan, hingga distribusi logistik yang tepat sasaran. Tawakal diwujudkan dalam munajat akbar, menyerahkan hasil akhir kepada Tuhan yang Maha Membolak-balikkan hati manusia.

Namun, pilihan ini juga memiliki makna simbolis yang mendalam. Munajat akbar adalah pengingat bahwa politik tidak hanya tentang perebutan kekuasaan, tetapi juga soal kepercayaan dan tanggung jawab. Ketika pasangan calon menunjukkan kerendahan hati mereka dengan berdoa bersama masyarakat, mereka secara tidak langsung menyampaikan pesan bahwa kemenangan hanyalah amanah, bukan tujuan akhir.

Di sisi lain, langkah ini juga menjadi respons cerdas terhadap fenomena “tsunami politik” yang sering terjadi menjelang hari pencoblosan. Tsunami politik, yang berupa serangan fajar atau kampanye negatif, adalah ujian besar bagi kandidat. Sebanyak apapun survei menyatakan keunggulan mereka, semuanya bisa bergeser dalam hitungan jam jika kandidat tidak siap menghadapinya. Munajat akbar menjadi strategi defensif sekaligus ofensif. Defensif karena memperkuat daya tahan spiritual tim dan masyarakat pendukungnya; ofensif karena menarik simpati elektoral yang melihat nilai kejujuran dan kerendahan hati dalam tindakan tersebut.

Lembaga survei sendiri tidak bisa dilepaskan dari dinamika politik ini. Meski memiliki metodologi yang mirip, tingkat profesionalitas survei sangat dipengaruhi oleh kompetensi dan integritas para surveyor. Mereka adalah aktor di balik layar yang bekerja keras memotret dinamika masyarakat. Namun, sebagaimana manusia lainnya, surveyor juga memiliki keterbatasan. Data yang mereka kumpulkan hanya representasi dari sebagian kecil populasi, dan hasil akhirnya tetap terikat pada batas-batas statistik.

Oleh karena itu, survei harus dipahami sebagai alat bantu strategis, bukan prediksi absolut. Bahkan, lembaga survei yang paling canggih sekalipun tidak dapat memprediksi secara pasti perubahan opini yang dipicu oleh faktor emosional, seperti dampak langsung dari serangan fajar atau isu negatif yang muncul di detik-detik terakhir. Kandidat seperti Iqbal-Dinda, yang memahami kompleksitas ini, tidak terpaku pada survei sebagai satu-satunya acuan. Mereka melihat gambaran yang lebih besar, di mana hasil akhir adalah gabungan dari kerja keras manusia dan ketetapan Tuhan.

Pada akhirnya, pilihan untuk menutup kampanye dengan munajat akbar juga menjadi refleksi penting bagi para pelaku politik dan masyarakat. Dalam hiruk-pikuk kontestasi yang sering kali didominasi oleh strategi dan logistik, ada nilai-nilai spiritual yang harus dijaga. Munajat akbar mengingatkan kita bahwa kemenangan sejati bukanlah sekadar meraih kursi kekuasaan, melainkan mendapatkan ridha Tuhan dan kepercayaan tulus dari rakyat.

Refleksi ini menjadi relevan tidak hanya bagi pasangan Iqbal-Dinda, tetapi juga bagi semua pihak yang terlibat dalam proses demokrasi. Politik yang hanya bertumpu pada angka dan strategi tanpa memperhatikan nilai-nilai spiritual akan kehilangan substansinya. Sebaliknya, politik yang mengintegrasikan kerja keras manusia dengan tawakal kepada Tuhan akan menghasilkan pemimpin yang tidak hanya kompeten, tetapi juga berintegritas dan memiliki visi yang memberdayakan masyarakat.

Sebagai penutup, kisah Iqbal-Dinda yang menutup kampanye mereka dengan munajat akbar mengajarkan kita banyak hal. Mereka menunjukkan bahwa politik tidak harus selalu keras dan pragmatis. Ada ruang untuk kejujuran, kerendahan hati, dan pengakuan akan keterbatasan manusia. Di tengah persaingan yang sengit, pasangan ini memberikan teladan bahwa doa dan tawakal adalah senjata terkuat, bukan hanya untuk meraih kemenangan, tetapi juga untuk menjaga hati tetap bersih dan tujuan tetap lurus.

Dalam segala keterbatasan, survei hanya alat bantu, dan manusia hanya perantara. Hasil akhir adalah milik Tuhan. Maka, bagi Iqbal-Dinda, politik bukan hanya tentang memenangkan suara, tetapi juga memenangkan hati. Dan untuk itu, mereka memilih untuk bersujud, memohon petunjuk dan berkah, di hadapan Yang Maha Kuasa. Karena mereka tahu, sebagaimana kita semua harus tahu, bahwa di atas semua strategi manusia, ada kehendak Tuhan yang tak tergoyahkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun