Refleksi ini menjadi relevan tidak hanya bagi pasangan Iqbal-Dinda, tetapi juga bagi semua pihak yang terlibat dalam proses demokrasi. Politik yang hanya bertumpu pada angka dan strategi tanpa memperhatikan nilai-nilai spiritual akan kehilangan substansinya. Sebaliknya, politik yang mengintegrasikan kerja keras manusia dengan tawakal kepada Tuhan akan menghasilkan pemimpin yang tidak hanya kompeten, tetapi juga berintegritas dan memiliki visi yang memberdayakan masyarakat.
Sebagai penutup, kisah Iqbal-Dinda yang menutup kampanye mereka dengan munajat akbar mengajarkan kita banyak hal. Mereka menunjukkan bahwa politik tidak harus selalu keras dan pragmatis. Ada ruang untuk kejujuran, kerendahan hati, dan pengakuan akan keterbatasan manusia. Di tengah persaingan yang sengit, pasangan ini memberikan teladan bahwa doa dan tawakal adalah senjata terkuat, bukan hanya untuk meraih kemenangan, tetapi juga untuk menjaga hati tetap bersih dan tujuan tetap lurus.
Dalam segala keterbatasan, survei hanya alat bantu, dan manusia hanya perantara. Hasil akhir adalah milik Tuhan. Maka, bagi Iqbal-Dinda, politik bukan hanya tentang memenangkan suara, tetapi juga memenangkan hati. Dan untuk itu, mereka memilih untuk bersujud, memohon petunjuk dan berkah, di hadapan Yang Maha Kuasa. Karena mereka tahu, sebagaimana kita semua harus tahu, bahwa di atas semua strategi manusia, ada kehendak Tuhan yang tak tergoyahkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI