PPPK: Harapan Baru Bagi Pendamping Desa Berkinerja Baik?
Pernyataan Menteri Desa Yandri Susanto ini viral di kalangan pendamping desa, menggugah perdebatan dan spekulasi mengenai kebijakan baru yang akan diterapkan terhadap keberlanjutan profesi pendamping desa di Indonesia. Berikut pernyataannya:
“Kemarin kan sudah dievaluasi oleh menteri sebelumnya, itu kita hormati. Tapi ke depan, saya ingin memberikan kesempatan kepada yang punya minat untuk pendamping desa, jadi yang lama silahkan ikut berkompetisi juga, yang baru juga silahkan. Karena saya ingin sekali pendamping lokal desa itu, atau pendamping... di korkab di kecamatan, di provinsi, atau kornas, itu benar-benar hatinya itu buat desa, sehingga kemajuan desa itu salah satunya ditentukan oleh pendamping desa. Jadi pendamping desa bukan penerima gaji buta atau bahkan dengan desanya tidak kenal, saya gak mau. Jadi nanti kita akan lakukan evaluasi secara menyeluruh yang benar-benar bagus kita teruskan, tapi menurut saya tidak baik, ya itu tidak adil untuk diteruskan, kita masukkan yang baru.”
Pernyataan itu menjadi perhatian, bukan hanya karena isi dari kebijakannya, tetapi juga karena implikasinya terhadap peran strategis pendamping desa dalam pembangunan desa. Hal ini mencerminkan upaya pemerintah menata ulang sistem pendampingan desa agar lebih selaras dengan tujuan utama, yaitu memajukan desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Sejak program pendampingan desa diluncurkan bersama lahirnya Undang-Undang Desa No. 6 Tahun 2014, pendamping desa telah menjadi garda terdepan dalam pelaksanaan program pembangunan desa. Peran mereka mencakup berbagai aspek, mulai dari asistensi teknis dalam pengelolaan Dana Desa hingga pemberdayaan masyarakat.
Tidak dapat dimungkiri bahwa keberadaan pendamping desa juga menuai kritik, terutama terkait profesionalisme dan dedikasi mereka. Dalam konteks ini, pernyataan Menteri Desa menjadi sinyal untuk memastikan bahwa pendamping yang dipertahankan adalah yang benar-benar berdedikasi dan memberikan dampak nyata.
Namun, yang menarik adalah keinginan Menteri untuk membuka peluang kepada "yang punya minat" menjadi pendamping desa, baik yang baru maupun yang lama, melalui mekanisme kompetisi terbuka. Pendekatan ini mengindikasikan upaya menciptakan regenerasi dalam sistem pendampingan desa.
Meski demikian, bagi banyak pendamping yang sudah lama mengabdi, frasa “yang lama silahkan ikut berkompetisi juga” bisa menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi, kompetisi ini dapat memacu pendamping lama untuk terus meningkatkan kinerja. Namun, di sisi lain, ini menimbulkan kecemasan terkait masa depan mereka, terutama jika mekanisme kompetisi tidak dirancang secara adil dan transparan.
Bagi pendamping desa yang benar-benar bagus, kebijakan ini seharusnya menjadi momentum mendapatkan pengakuan lebih formal. Salah satu bentuk pengakuan yang layak adalah pengangkatan mereka menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Skema ini tidak hanya memberikan jaminan kesejahteraan yang lebih baik bagi pendamping, tetapi juga meningkatkan profesionalisme mereka sebagai bagian dari sistem birokrasi yang terintegrasi. Dengan status PPPK, pendamping akan memiliki kepastian kerja, sekaligus tanggung jawab yang lebih jelas untuk mendukung pembangunan desa secara berkelanjutan.
Penerapan PPPK bagi pendamping desa juga dapat menjadi bagian dari solusi regenerasi. Pendamping lama yang telah memenuhi kriteria dan menunjukkan kinerja luar biasa dapat diganjar dengan status PPPK sebagai bentuk penghargaan atas dedikasi mereka.
Di sisi lain, pendamping baru yang lolos dalam proses seleksi bisa menjadi pelengkap dan penyegaran sistem, dengan membawa semangat dan gagasan baru ke dalam program pendampingan desa. Regenerasi ini menjadi penting untuk menjaga dinamika dan keberlanjutan program, tanpa mengorbankan kontribusi pendamping lama yang telah teruji.