Pernyataan Menteri Desa yang menekankan pentingnya "hati yang buat desa" juga menjadi tolok ukur yang relevan untuk mendukung proses regenerasi ini. Pendamping desa bukan hanya membutuhkan kompetensi teknis, tetapi juga dedikasi dan kepedulian terhadap masyarakat desa.
Hal ini harus menjadi kriteria utama dalam evaluasi, baik bagi pendamping lama maupun pendamping baru. Dengan begitu, regenerasi yang terjadi bukan sekadar pergantian orang, tetapi juga peningkatan kualitas pendamping desa secara keseluruhan.
Karenanya, proses regenerasi dan penerapan PPPK ini tidak boleh meninggalkan catatan penting: evaluasi harus dilakukan secara adil dan berbasis pada kinerja nyata. Pendamping lama yang sudah teruji kontribusinya perlu diberikan kesempatan yang adil untuk mempertahankan posisi mereka.
Evaluasi ini juga harus mempertimbangkan tantangan yang dihadapi pendamping, seperti kondisi kerja di daerah terpencil, beban kerja yang berat, dan keterbatasan fasilitas. Pendamping yang mampu memberikan dampak nyata meski dalam kondisi sulit adalah aset berharga yang harus dipertahankan.
Sebaliknya, pendamping yang hanya menjalankan tugas secara formalitas tanpa memberikan dampak signifikan memang perlu dievaluasi ulang. Namun, alih-alih langsung mengganti mereka, pemerintah sebaiknya memberikan pelatihan dan pengembangan kapasitas sebagai bagian dari proses perbaikan. Dengan pendekatan ini, regenerasi tidak hanya menjadi ajang pergantian, tetapi juga pembelajaran bagi semua pihak.
Di sisi lain, pernyataan Menteri yang membuka peluang bagi individu baru menjadi pendamping desa juga menunjukkan bahwa pemerintah ingin menjangkau lebih banyak talenta muda yang mungkin belum terlibat dalam program ini.
Kehadiran pendamping baru yang segar dan inovatif dapat menjadi angin segar bagi desa, terutama di era digital yang membutuhkan pendekatan lebih kreatif dalam pembangunan desa. Pendamping baru ini juga dapat memperkuat implementasi agenda Sustainable Development Goals (SDGs) di tingkat desa, yang membutuhkan pendekatan lintas sektor dan inovasi.
Tantangan terbesar adalah memastikan bahwa kompetisi pendamping desa dilakukan dengan transparansi dan akuntabilitas. Jika seleksi tidak didasarkan pada kriteria yang jelas, ada risiko politisasi atau nepotisme dalam proses ini. Hal ini tentu saja akan merusak kredibilitas program pendampingan desa dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Sebagai penutup, pernyataan Menteri Desa ini mencerminkan harapan untuk meningkatkan kualitas program pendampingan desa melalui proses seleksi yang ketat, regenerasi yang sehat, dan pengakuan terhadap pendamping yang berdedikasi. Dengan mengintegrasikan status PPPK untuk pendamping yang berprestasi, pemerintah tidak hanya memberikan penghargaan yang layak, tetapi juga menciptakan sistem yang lebih profesional dan berkelanjutan. Pendamping desa yang benar-benar bagus harus terus diperjuangkan, bukan hanya sebagai pelaksana program, tetapi juga sebagai penggerak utama pembangunan desa yang lebih maju dan berdaya saing. Wallahua'lam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H