Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Konsultan - Penikmat Kopi

Beryn, lahir di Pulau Seribu Masjid, saat ini mengabdi pada desa sebagai TPP BPSDM Kementerian Desa dengan posisi sebagai TAPM Kabupaten. Sebelumnya, ia aktif mengajar di beberapa perguruan tinggi. Beryn memiliki minat pada isu sosial, budaya, dan filsafat Islam. Saat kuliah, Beryn pernah mencoba berbagai aktivitas umumnya seperti berorganisasi, bermain musik, hingga mendaki gunung, meskipun begitu satu-satunya hal yang selalu menarik perhatiannya adalah menikmati secangkir kopi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pergub NTB 83/2023: Desa Tangguh Bencana, Pilar Adaptasi Nasional?

12 Oktober 2024   14:25 Diperbarui: 12 Oktober 2024   14:38 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana desa tangguh bencana (bing.com/AI images)

Pada tahun 2023, Nusa Tenggara Barat (NTB) merilis sebuah kebijakan yang berani dan ambisius melalui Peraturan Gubernur (Pergub) NTB No. 83 tentang Desa Tangguh Bencana. Kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat kesiapsiagaan desa-desa di NTB menghadapi berbagai ancaman bencana alam. Wilayah yang rentan terhadap gempa bumi, banjir, longsor, dan ancaman perubahan iklim ini memerlukan langkah nyata agar masyarakat desa tidak hanya mampu bertahan dari bencana, tetapi juga mampu pulih dan bahkan berkembang setelahnya. Namun, apakah regulasi ini hanya sekadar kebijakan simbolis, atau justru merupakan langkah strategis dalam membangun ketangguhan bencana di tingkat nasional?

Desa Tangguh Bencana: Kebutuhan Mendesak

NTB merupakan salah satu provinsi dengan kerentanan bencana tertinggi di Indonesia. Sejarah gempa besar pada tahun 2018 masih segar dalam ingatan masyarakat NTB, dan ancaman-ancaman lainnya terus mengintai. Inilah konteks yang mendesak dibutuhkannya desa-desa tangguh bencana. Pergub 83/2023 diharapkan mampu memetakan langkah-langkah konkret yang dapat meningkatkan kapasitas masyarakat desa untuk menghadapi berbagai bencana alam.

Desa merupakan basis paling bawah dari sistem sosial kita, dan ketika sebuah desa mampu bertahan menghadapi bencana, dampaknya tidak hanya dirasakan secara lokal, tetapi juga berkontribusi pada kestabilan nasional. Namun, kekuatan sebuah desa tidak hanya diukur dari seberapa cepat mereka bisa pulih, tetapi juga dari seberapa baik mereka mampu mengelola risiko bencana sebelum bencana itu terjadi.

Pergub ini memberikan panduan mengenai penguatan kelembagaan, pelatihan, dan penyediaan sarana prasarana untuk menghadapi bencana. Secara teoretis, ini adalah langkah yang sangat positif. Namun, bagaimana realisasi dari peraturan ini di lapangan?

Tantangan Implementasi: Mampukah Desa Menjadi Tangguh?

Dalam dunia kebijakan publik, jarak antara regulasi dan implementasi selalu menjadi tantangan besar. Untuk menjadi tangguh bencana, desa-desa di NTB perlu dilengkapi dengan pengetahuan, infrastruktur, dan sumber daya yang memadai. Sayangnya, sebagian besar desa di NTB masih menghadapi berbagai persoalan mendasar, mulai dari infrastruktur yang buruk hingga ketergantungan pada bantuan eksternal. Apakah desa-desa ini sudah memiliki modal dasar untuk memulai langkah sebagai “Desa Tangguh Bencana”?

Kesiapsiagaan bencana tidak hanya soal pelatihan evakuasi atau pembagian informasi. Ini tentang sistem manajemen risiko yang terintegrasi, melibatkan masyarakat dalam perencanaan, dan mengalokasikan anggaran secara tepat untuk mendukung ketangguhan. Di sinilah letak tantangan besar dari Pergub 83/2023. Jika kebijakan ini hanya berfokus pada pendekatan “top-down”, tanpa adanya partisipasi penuh dari masyarakat desa, maka kekuatan Desa Tangguh Bencana hanya sebatas narasi indah di atas kertas.

Desa harus dilihat sebagai subjek pembangunan, bukan objek program pemerintah. Pengalaman masyarakat desa dalam menghadapi bencana selama bertahun-tahun harus diakui sebagai aset berharga yang dapat menjadi fondasi untuk membangun ketangguhan yang sejati. Partisipasi aktif dan kolaborasi masyarakat dengan pihak terkait merupakan kunci keberhasilan kebijakan ini.

Peluang Integrasi dengan Adaptasi Nasional

Selain tantangan lokal, Pergub NTB 83/2023 juga menyimpan peluang besar dalam konteks nasional. Jika kebijakan ini dapat diterapkan dengan baik, desa-desa tangguh bencana di NTB bisa menjadi model yang diadopsi oleh daerah lain di Indonesia. Mengingat Indonesia adalah negara dengan tingkat kerawanan bencana yang tinggi, adaptasi lokal seperti yang dilakukan di NTB bisa menjadi fondasi penting dalam pengembangan sistem manajemen risiko bencana nasional.

Peluang ini selaras dengan strategi nasional yang telah dirumuskan melalui Rencana Nasional Penanggulangan Bencana (RNPB) dan Strategi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (SNAPI). Desa-desa tangguh bencana dapat menjadi pilar penting dalam mendukung inisiatif ini, di mana kekuatan lokal menjadi bagian integral dari adaptasi nasional terhadap perubahan iklim dan risiko bencana. NTB, dengan berbagai kerentanannya, bisa menjadi laboratorium nyata dalam menguji dan mengembangkan model ketangguhan yang nantinya bisa diterapkan di skala yang lebih luas.

Namun, integrasi ini tidak bisa terjadi begitu saja. Pemerintah daerah perlu bekerja lebih erat dengan pemerintah pusat, organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan sektor swasta untuk mengembangkan pendekatan yang lebih sistematis dan berkelanjutan. Hal ini mencakup pembiayaan yang memadai, akses terhadap teknologi mitigasi bencana, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia di desa-desa.

Menutup Kesenjangan: Antara Janji dan Kenyataan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun