Suara gemerisik angin lembut berbisik di antara pepohonan, diselingi kicau burung yang seakan menyambut kedatangan pagi. Langit biru cerah memayungi hamparan padang rumput yang hijau dan seolah tiada batas.Â
Matahari, tak terlalu terik, sinarnya meresap hangat ke dalam kulit, menyapa lembut seolah mengundang Rangga untuk menikmati hari yang sempurna.
Rangga menghirup udara segar dalam-dalam, merasakan setiap aroma tanah basah, rerumputan yang dipenuhi embun, dan keharuman bunga-bunga liar yang mekar di sekitarnya. Dalam pikirannya, tidak ada tempat yang lebih indah dan damai dari ini. Setiap langkahnya terasa ringan, seperti bumi ini dirancang khusus untuk menenangkan jiwanya.
Di bawah pohon besar yang berdiri megah di tepi danau, dia melihat sosok perempuan tengah duduk dengan kaki bersilang. Rambutnya hitam, jatuh terurai hingga menyentuh bahunya, berkilauan di bawah sinar matahari. Senyumnya kecil, namun cukup untuk menggetarkan hati Rangga, seolah dia sudah menantinya sejak lama.
"Namaku Rangga," katanya, suara Rangga serak, namun terdengar lembut.
Perempuan itu menoleh, menatapnya dengan mata yang jernih dan dalam, seakan dia dapat melihat langsung ke dalam jiwa Rangga. "Aku Senja," ucapnya sambil tersenyum, suaranya sehalus angin yang berembus di antara pepohonan.
Hari-hari setelah pertemuan itu seperti terjalin dalam kebahagiaan yang tak pernah Rangga bayangkan. Ada sesuatu tentang Senja yang membuat dunia ini terasa lebih indah. Setiap sentuhannya membawa kehangatan, setiap tawanya seperti musik yang menenangkan pikiran Rangga. Mereka menghabiskan waktu bersama, tanpa batas waktu yang mengikat.
Di pagi hari, mereka berjalan menyusuri hutan, mendengar nyanyian alam yang menyatu dengan langkah mereka. Terkadang, Senja akan menarik tangan Rangga, membawanya melompat di antara bebatuan di sungai kecil yang jernih, airnya dingin menyentuh kaki mereka, tetapi selalu ada tawa di ujung perjalanan.
"Apa yang membuatmu selalu tersenyum?" tanya Rangga suatu sore saat mereka duduk di atas batu besar yang menghadap ke danau, kaki mereka tergelincir perlahan di permukaan air yang tenang.
Senja menoleh, memandangnya dengan tatapan lembut, lalu menyandarkan kepala di bahu Rangga. "Karena di sini, aku tidak perlu memikirkan apa pun selain bersamamu."
Jawaban itu membuat dada Rangga bergetar. Dia tahu di balik kata-kata Senja ada sesuatu yang lebih dalam---sesuatu yang tak ingin disentuhnya. Baginya, ini sudah cukup. Dunia ini, keindahan yang mereka rasakan bersama, cukuplah untuk membuatnya lupa akan segalanya.