Menjadi dokter yang baik tidak lah tidak mungkin walaupun definisi baik disini bisa sangat luas. Buktinya masyarakat tetap ramai datang ke tempat pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik ,dll.Profesi kedokteran adalah profesi yang beresiko karena ada 2 hal yang harus dipenuhi setiap dokter dalam menjalankan profesinya agar terbebas dari tuntutan hukum, 2 hal ini adalah Informed Consent dan Standar Pelayanan Medik (SPM).
Dari sudut pandang masyarakat profesi dokter adalah profesi yang disegani dan begitu tertutup. Beberapa masyarakat awam pun sulit membedakan hal-hal yang benar dengan yang salah apalagj jika dibumbui istilah asing dan berbau teknologi, sehingga banyak praktik kesehatan alternatif yang begitu menjamur dengan iming-iming kesembuhan atas penyakit yang kadang kala belum bisa ditemukan cara penyembuhannya dalam dunia kedokteran.
Jika 2 hal ini tidak terpenuhi seorang dokter dapat mendapatkan masalah. Informed Consent jika tidak dilakukan akan menyebabkan ketidakpuasan pasien yang berbuntut pada tuntutan pidana maupun perdata pada dokter bersangkutan, SPM jika tidak dilakukan juga dapat berbuntut pada kecurigaan malpraktek.
Informed Consent dan SPM juga tidak jauh-jauh dari pemenuhan Kaidah Dasar Bioetik (KDB)Â yaitu Beneficence, Non-maleficence, Autonomy, dan Justice yang digagas oleh orang Barat, atau KDB dari Kedokteran Islam yang penggagasnya belum saya ketahui yaitu: Niat, al-Yakin, ad-Dharar, al-Musyaqat, dan al-Urf.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan dokter yang bermasalah buruk adalah dokter yang tidak kompeten atau dokter yang tidak berkomunikasi efektif dengan pasien.
Namun, ternyata banyak hal-hal dilematis yang kadang kala tidak dapat diselesaikan hanya dengan KDB diatas, bertambahlah persoalan dalam kehidupan dokter yang kompleks ini. Hal yang harus dipelajari dan dipahami agar menjadi dokter yang baik adalah Sumpah Dokter dan juga Kode Etik Kedokteran (KODEKI). Namun pikir penulis kehidupan sangatlah dinamis sehingga untuk menjadi dokter yang baik haruslah belajar dari masalah etik terbaru dengan terus berkomunikasi dengan sejawat, guru-guru maupun ahli hukum.
Hal-hal diatas adalah hasil pemikiran dari penulis yang baru selesai sistem Bioetik dan Medikolegal.
Menurut penulis untuk menjadi dokter yang baik haruslah menjadi manusia yang baik terlebih dahulu, artinya perubahan bukan dimulai dari organisasi profesi ataupun perubahan peraturan, tapi perubahan yang datang dari kesadaran dan kehendak sendiri dengan mendengarkan hari nurani. Karena menurut penulis dalam hati manusia sudah tertanam nilai kemanusiaan dalam hati nurani semenjak kecil.
Manusia tahu bagaimana ia ingin diperlakukan sehingga jika perlakuan yang didapatkan tidak sesuai dengan yang diharapkan akan muncul suatu emosi untuk menunjukkan bahwa perlakuan yang didapatkan itu salah.
Untuk menjadi dokter yang baik haruslah dimulai dari belajar akan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat sejak mahasiswa. Untuk menjadi dokter yang baik dapat dimulai dengan menjadi calon dokter yang baik, karena untuk menunjukkan kesan bahwa dokter itu baik dapat dilihat dari kehidupan sehari-harinya, dikehidupan bermasyarakat maupun kehidupan profesi. Untuk itu calon dokter yang baik haruslah memiliki kelakuan, tutur kata yang baik. Sebagaimana suatu istilah bilang ucapan, sikap, dan perilaku mencerminkan isi otak dan hatinya.
Menurut penulis calon dokter yang baik adalah pasien, karena seorang pasien pasti akan mencari tahu sebanyak-banyak informasi tentang penyakitnya. Tentunya calon dokter tidak perlu menjadi pasien, cukup berempati. Dengan berempati calon dokter mencari informasi sebanyak-banyaknya dan akan tahu bagaimana pasien ingin diperlakukan. Jadi dengan berempati dokter dapat memperlakukan pasien dengan baik dan benar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H